Kacau

Jika sudah begini, aku ingin berhenti saja. Melihat kertas yang bertaburan memenuhi meja, menatap layar computer dg mata yang makin buram, menghitung angka-angka yang tak jelas keberadaannya, entah benar ada entah tidak. Mengecek jurnal yang memualkan perut. Benar, aku mual sudah…



Tampang mejaku saat awal bulan



Setiap akhir/awal bulan/tahun begini, aku ingin berubah wujud menjadi Mariah Carey. Bersuara merdu dan kaya raya. Tak perlu dipusingkan dengan angka-angka dan jurnal-jurnal yang nggak balance. Tinggal teriak, dapat duit banyak. Bisa shopping sepuasnya. Jalan-jalan keliling dunia.

Atau, aku ingin seperti Sule. Nyari duit sambil ketawa-ketawa, main-main, gurau-gurau tanpa mumet. Kayak nggak ada beban. Nggak dikejar deadline, nggak dimarahin bos. Coz he is the boss. Nggak perlu menghadap juragan dengan jantung memburu jika telat ngasih setoran.

Tapi aku tetaplah aku. Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun berganti tahun. Aku masih disini. Tak jauh dari jurnal-jurnal. Tak jauh dari angka-angka. Sesungguhnya aku sudah muak. Aku ingin berhenti saja. Tapi jika berhenti, aku mau jadi apa? Aku tak punya suara sebagus Mariah Carey, nggak punya talenta ngelawak seperti Sule. Aku hanya punya emosi yang kadang tak terkendali, jika sudah begini.

Tugas-tugas yang harus kukerjakan berderet didepan mata. Belum lagi selesai satu, datang lagi yang lain. Lagi ngerjain tugas bulanan, datang perintah yang lain. Yang ini selesai, yang itu terbengkalai.

Dan aku muntah. Bener-bener muntah, berserakan di lantai di bawah meja kerjaku. Chencen -dengan pasrah tapi nggak rela- ngebersihin itu muntahan. Si Diah alias Upin terdiam terpana (semoga dia merasa bersalah karena telah menumpuk payment setinggi gunung diatas mejaku untuk aku sign sebelum dia ke Big Bos). Sementara jurnal bulananku belum lagi selesai. Dan si Atuk Dalang –yang menurut istrinya pria terganteng didunia dan digilai banyak wanita- (tentu saja kami semua sangat menyayangkan anggapan yang sangat salah kaprah itu dan ikut bersimpati atas over confident yang melanda mereka) tiba-tiba mengabarkan tak masuk kerja dengan alasan yang –menurut aku- masih bisa ditolerir sebenarnya. Secara gitu loh, banyak kerjaan yang belum terselesaikan.

Cobalah lihat, dulu ada 6 orang keren nongkrong di finance. Karena perusahaan bakal tutup, maka mereka satu per satu pun berpindah alam, lalu kerjaan 6 orang di curahkan untuk 4 orang. Kita sungguh-sungguh sudah kelebihan beban. Dan nanti Atuk Dalang itu dengan amat sangat tega akan resign tanggal 13 ini. Alias minggu depan. Maka kami akan tinggal bertiga. Aku, Diah dan Chencen. Sudah bisa dipastikan, pekerjaan Atuk Dalang bakal di cocorkan padaku tapi my current job tetap menjadi bebanku. Menjadi resikoku.

Dan aku yakin, aku pasti akan muntah lagi. Lebih hebat. Karena sekarang aja aku udah mulai mual lagi. Muntahanku kali ini adalah akibat dari akumulasi pola makan yang kacau balau, kejaran deadline dan reward yang nggak imbang dengan perjuanganku. Dan pasti Chencen nggak kan rela jika harus ngebersihin muntahanku lagi. Bisa kupastikan itu.

Hiks…

What a bad life…