Senin, 10 Oktober 2011

Book Review: Kembang Turi


Kembang Turi adalah judul sebuah novel yang ditulis oleh Budi Sardjono, seorang penulis otodidak kelahiran Yogyakarta 6 September 1953 yang memulai debutnya dengan menulis karya-karya fiksi dan beberapa kali memenangkan sayembara mengarang di Majalah Femina, Kartini, Sarinah dan lain-lain. 

Novel Kembang Turi sendiri menceritakan kisah dua orang anak yang terlunta-lunta setelah ditinggal mati kedua orang tua mereka. Kedua anak itu bernama Marni dan Dirman. Ayah mereka mati karena terjatuh masuk luweng saat hendak mengambil air. Meski ada yang aneh, kenapa wajah dan tubuhnya babak belur? Tak seorangpun bisa menjelaskan.




Ibu mereka menyusul sang Ayah beberapa waktu kemudian. Beliau meninggal karena sakit, saking sedihnya ditinggal ayah dan dikucilkan orang sekampung. Saking sedihnya menyaksikan kambing-kambing milik mereka diseret keluar dari kandangnya dan dibawa oleh anak buah Pak Lurah, sang penguasa. Padahal hanya itu yang mereka punya.

Sebelum meninggal, si Emak berpesan pada putri kecilnya, bahwa dia harus menjaga adiknya baik-baik dan harus meninggalkan desa mereka.

"Kau harus pergi dari sini, Marni"
"Kemana, Mak?"
"Kemana saja, yang penting tidak didesa ini. Kau dengar, Marni?"

Maka setelah emak meninggal, di suatu subuh yang dingin dan gelap, Marni membangunkan adiknya; Dirman, dengan airmata mengalir di pipinya. Kemudian dengan membawa bekal makanan dan pakaian seadanya serta uang Rp.1000, kedua anak kecil itu mengendap-endap keluar dari rumah, agar tak ada seorangpun yang tau kepergian mereka. Dengan menahan kantuk dan kesedihan, mereka berjalan kaki menempuh jalanan gelap menuju sebuah tempat yang tidak diketahui apakah neraka atau surga.

Sepertinya, mereka juga membawa dendam. Yang dikemudian hari semakin besar dan membakar. Seiring semakin memburuknya nasib yang mereka alami. 

Saat musim menyongsong kemarau, pohon-pohon turi berkembang. Kembangnya putih. Indah. Tapi itulah kembang-kembang yang malang. Sebelum orang menikmati keindahannya, kembang itu sudah direnggut dari tangkainya untuk dibuat menjadi sejenis makanan.

Marni dan Dirman, dua kakak beradik, bernasib mirip kembang turi. Keduanya dicopot dari kehidupan masa kanak-kanak yang bahagia bersama kedua orang tua nya. Lalu terlempar ke padang kehidupan yang keras dan mendera. Mereka terpisahkan dari orang tua yang sudah berada di alam baka. Lalu, terlunta-lunta meniti nasib sambil menyeret hati kanak-kanaknya yang rompal. Lantas, bagaimana nasib mereka kemudian? ---- Dikutip dari halaman belakang novel Kembang Turi.

Ada beberapa hal dalam buku ini yang meninggalkan kesan dalam hatiku. Akan kukutip sedikit untukmu, Kawan. Percakapan dibawah ini terjadi disaat sang Emak sedang sekarat dan ingin berwasiat pada dua anaknya yang masih kecil. Aku membacanya tanpa sanggup menahan air mata:

“Kalau emak meninggal nanti….”

“Emak tidak boleh meninggal. Emak harus sehat. Dan nanti, Bapak harus hidup lagi,” teriak anak laki-laki itu.

“Bukankah bulan depan saya akan naik ke kelas dua, Mak?”

“Ya, ya. Kamu memang anak pintar.”

“Dan Yu Marni naik ke kelas berapa, Yu?”

“Kelas empat,” jawab kakaknya, sama lirih dengan suara emaknya.

“Dulu, bapak pernah berjanji, kita berdua akan diajak ke kota Yogya. Melihat sepur, Pasar Beringharjo, Malioboro, lalu ke Gembira Loka. Bapak akan menjual kambing untuk sangu. Bukankah begitu, Yu?”

Marni mengangguk. Emaknya justru menangis. 
*Aku ikut menangis sampek suamiku bingung. Enggak kena gampar enggak kena sentil tiba-tiba sesunggukan :)*

Dan satu lagi, sebuah quota menarik yang langsung makcessshhh nyangkut dihati:

Hari depan memang merupakan rangkaian hari-hari kita yang lalu. Namun, bisa jadi pula hari depan berdiri sendiri dan muncul secara tiba-tiba. Sebab, rangkaian tadi terputus atau diputus oleh sebuah kekuatan yang terkadang sulit dipahami.

Lalu, bagaimanakah nasib kedua bocah itu? Kemanakah mereka pergi? Apakah dalam pelarian itu mereka terpisah atau tetap bersama hingga dewasa? Apakah yang mereka lakukan terhadap mantan penguasa yang telah menyebabkan nasib buruk beruntun menimpa mereka ketika pada suatu saat kelak mereka berjumpa dengannya?

Aku maunya Dirman memukuli mantan penguasa itu seperti bapaknya dulu dipukuli sampai mati. Biar lepas geram dihati. Dan aku lebih suka jika mereka tidak bernasib seburuk itu. Aku lebih suka Marni pergi mencari mesjid, menjumpai pengurusnya, lalu minta diantar ke sebuah panti asuhan, misalnya. Tapi tentu Marni yang masih berusia 9 - 10 tahun takkan berfikir sejauh itu, dan jika semua yang ku inginkan itu dilakukan oleh Marni dan Dirman, maka tentu cerita ini takkan terjadi :)

Sudah mulai penasaran? Oke, Silahkan baca sendiri novel setebal 305 halaman ini dengan terlebih dahulu membelinya di toko-toko buku terdekat, atau boleh juga minjam temen yang punya. Karena buku ini layak untuk dibaca siapa saja. Terutama para penguasa serakah dan tamak, untuk menyadarkan mereka bahwa ketamakan mereka bisa menghancurkan hidup dan masa depan banyak orang *tapi aku nggak yakin ada sebuah novel yang bisa menyadarkan mereka...*

Percayalah, buku yang diterbitkan oleh penerbit DIVA ini layak Anda baca, Temans.

” Artikel ini diikutsertakan pada Book Review Contest di BlogCamp “


39 komentar:

  1. moga menang yah mbak.love,peace and gaul.

    BalasHapus
  2. Ikut KONTES juga ya...
    Komen dulu ya..
    Saya terearik satu quote diatas, Hari depan memang menjadi misteri buat kita.

    BalasHapus
  3. semoga menang kontesnya mbakk..

    Salam,
    Kevin
    Blog : www.nostalgia-90an.com
    Nostalgia Segala Sesuatu pada Tahun 90an.

    BalasHapus
  4. good luck ya buat kontesnya :D
    http://duniakecilindi.blogspot.com/

    BalasHapus
  5. hhm... jadi penasaran bukunya mbak, pingin baca...

    semoga menang yaaa

    BalasHapus
  6. kenapa gak review buku anak anak Tante?
    hiihihi

    BalasHapus
  7. Wahh...alamat diriku pun sesenggukan pas baca nih mba Dew, yg ditulis disini aja udh berhasil membuat terharu :(

    Gudlak ngontesnya ya mba Dew ;)

    BalasHapus
  8. kenapa gak review buku anak anak Tante?hiihihi

    BalasHapus
  9. Alur ceritanya sepertinya sangat menyentuh sekali, Mbak.

    BalasHapus
  10. gak mau akh, baca buku ini, nanti yg ada nangis melulu dan malah jadi pilek deh , Fatma :(

    penguasa yg seperti demikian selalu ada pd setiap zaman, dan mereka takkan pernah berhenti dgn kelakuan mereka yg merusak orang banyak, kecuali mereka sendiri kembali ke alam illahi dgn membawa beban dosa bagi amanah yg disia2kan.


    Semoga sukses di kontes book review ini Fatma 
    salam

    BalasHapus
  11. kak Wi...pinjam boleh gak hehehhe...

    sepertinya bagus ceritanya, jadi penasaran..

    BalasHapus
  12. boleh..boleh... besok kubawa ya...

    BalasHapus
  13. Boleh, Fit. Tukaran buku yukkk....

    BalasHapus
  14. Oh iya.. Nggak usah, Bun. Ntar kalo Bunda pilek kan susah. Kambuh lagi ntar...

    Bener, Bunda. Penguasa kayak gitu nggak kan pernah musnah dari muka bumi.... Akan selalu ada silih berganti *halah..*

    Makasih udah di doain Bunda :)

    BalasHapus
  15. Bener banget Mas Alam..

    BalasHapus
  16. Nanti ya, Sayang... Tante review buku khusus buat Dija :)

    BalasHapus
  17. Iya Rin, sedih ceritanya...

    Tengkyu, Rin. Orin nggak ikutan?

    BalasHapus
  18. yuk dibaca... bagus kok.

    Amiinnn....

    BalasHapus
  19. Iya, pas lagi nggak ada ide, pas ada kontes. Klop momennya..........

    BalasHapus
  20. makasih, Mas

    love, peace and gaul kembali

    BalasHapus
  21. Sepertinya aku juga ngga sanggup baca novel ini...apalagi cerita tentang anak2 yg kehilangan orangtua trus terlunta2.....wahh bakalan nangis sesenggukan nech....jadi inget anak sendri.....

    sukses utk kontesnya...

    BalasHapus
  22. Emang.....jadi ngebayangin anak sendiri. Naudzubillah....

    Tengkyu, Say....

    BalasHapus
  23. Waa, apakah ini Marni yang bakul jamu itu? Yang lalu bertemu Bimo Sang Penguasa? :mrgreen:

    Aku juga pasti akan berlinang-linang membacanya. Kalo tentang anak-anak hati ini rasanya gimanaaaa gitu hiks..hiks..

    Sukses kontesnya, Jeng :D

    BalasHapus
  24. BTW, komennya kok mbalik gini lagi, Jeng?

    BalasHapus
  25. @ ChocoVanilla:
    eh iya... pa kabar si Marni, Mbak? Masih sama Bimo kan? :D

    Kemarin aku ganti template, eh komennya malah mbalik lagi. Nggak mau ikut template baru. Lagi malas mo ngutak-atik. Biarin dulu lah...

    Btw, enakan mana Mbak? Yang ini pa yang kemarin?

    @ Nuel:
    hihi.. iya Nuel. Katanya kalo ganti template dia nggak mau ngikut. Mesti di rayu-rayu lagi baru ngikut lagi :D

    BalasHapus
  26. haaahh, sepertinya harus siap tissue kalo mo baca nih novel yaa mbak.. dhe pinjem sama mbak De aja gimana?? kan tadi katanya boleh minjem sama temen yang punya.. :P

    BalasHapus
  27. @ Dhenok:
    Boleh..boleh..boleh... Tapi Dhe ambil kesini yah? :D

    BalasHapus
  28. sedih sekali bacanya....
    padahal baru baca scara skimming giman klo penuh n diresapi...berapa byk tisu yg dibutuhkan
    #lebay hehhee
    sukses ya buat kontesnya

    BalasHapus
  29. Sukses untuk reviewnya mbak, semoga bisa mendapatkan yang terbaik dan istimewa dari pakdhe :D

    BalasHapus
  30. @ Anugrha13:
    hehehe... nggak nyampe sebungkus tisu kok. Kan dilap pake sarung *lebay juga*

    Makaseh... Itulah harapannya :D

    @ NoBondo:
    Semoga!
    Amiinnn :D

    BalasHapus
  31. Mbak koment ku basi yah.. :P pas googling tentang buku ini yang muncul blognya Mba Dewi hehe..
    Buku ini bagus banget, jadi penasaran dan gak sabar buat bacanya..

    BalasHapus
  32. @ Mba Yuni:
    Nggak basi-basi banget lah...hehe..

    Emang bagus, mau kupinjamin? :D

    BalasHapus
  33. Wah trima kasih banget.. saya pelajar jadi ada tugas cari sinopsis nya itu.. saya ada buku novel kembang turi pinjam di perpustakaan daerah.. trimakasih mbak

    BalasHapus

Yang cakep pasti komen, yang komen pasti cakep..

Tapi maaf ya, komentar nggak nyambung akan dihapus :)
Terima kasih...