Udah beberapa hari ini televisi menyiarkan berita tentang tragedi kemiskinan di Pasuruan. Demi mendapatkan uang Rp. 30,000,- ribuan orang rela ngantri pembagian zakat dari subuh. Kebanyakan dari mereka adalah Ibu-ibu, nenek-nenek, ada juga Ibu-ibu yang datang sambil gendong bayi. Berdesak-desakan, berpanasan, berhimpitan ditengah debu, aroma keringat dan aroma nafas orang puasa. Duh...... aku sampe meringis melihatnya! Apalagi dengar tangisan anak-anak dalam gendongan emaknya yang terdorong-dorong kesana kemari. Kejepit orang ramai. Masya Allah....
Iya, uang Rp. 30,000,- tentu jumlahnya (mungkin) kecil untuk kita. Mungkin hanya seharga lipstik yang kita oles tiap hari untuk nutupin bibir kita yang kehitaman (jangan tersinggung yang punya bibir itam....) biar sedikit nampak lebih kinclong kalo keluar rumah. Lipstik seharga 30,000 itu tentu saja kita miliki lebih dari 1 buah. Soalnya warna lipstik harus senada dengan warna baju yang kita pakai. So, minimal kita mungkin punya 5 macam warna. Jadi kalo dijumlahin harganya = 150,000. Itu lipstik doang, belum bedaknya, alas bedaknya, parfumnya...de el el.
Sementara orang-orang yang kurang beruntung itu berusaha mendapatkan uang 30,000 untuk makan dengan mempertaruhkan nyawanya. Berita terakhir menyebutkan 21 orang tewas terinjak-injak. Kebanyakan dari yang tewas adalah Ibu-ibu dan lansia. Sekitar 12 orang dirawat intesif di rumah sakit.
Sebenarnya ada apa sih dg egeri ini? Katanya Indonesia makmur. Kaya dengan hasil bumi. Mana buktinya ya? Kok makin hari hidup rasanya makin susaaaahhh...aja. Mau dikasih zakat; ngantri, mau beli minyak tanah; ngantri, beli gas; ngantri juga. Kayak zaman penjajahan aja. Katanya udah merdeka 63 tahun lalu. Tapi nyari nafkah tetap aja nggak merdeka. Mau bertani, pupuk mahal. Mau dagang kaki lima, diusir trantib. Jadinya tetap miskin. Akhirnya mengemis dan nunggu pembagian secuil rezeki dari orang kaya... Eh, malah nyawa melayang sia-sia.
Kenapa sih orang kaya kalo mau bagiin zakat nggak lewat Badan Amil Zakat aja? Kan ada dimana-mana. Di mesjid-mesjid dan surau-surau pun ada. Kata suamiku, mungkin nggak percaya sama panitia amil zakat. Ntar zakatnya nggak nyampe ke yang berhak. Wong di Indonesia kan lagi musim korup. Dimana-mana ada koruptor. Makanya orang kaya ngebagiin langsung zakatnya ke fakir miskin dan dhuafa.
Tapi harusnya acaranya terkoordinir dengan baik kan? Ada panitianya, ada petugas yang jagain, biar ngantrinya lebih tertib. Nggak asal berdesakan tanpa aturan.
Tapi...(ada tapi-nya lagi) kata temanku (dan aku setuju), orang-orang pada malas berurusan dengan aparat. Udah biriokrasinya berbelit-belit, trus ntar minta jatahnya gede-gedean. Ngalah-ngalahin jumlah harta yang mau di zakatin....
Duh.... jadi serba salah ya.....
walau bagaimanapun, kita harus berterima kasih kepada h. syaikhon dan para korban. karena, dg peristiwa yg menimpa mereka inilah, kita semakin tersadarkan akan pentingnya zakat dilakukan dg ikhlas dan profesional… :)
BalasHapusPeristiwa yang tragis yang sebenarnya bisa dihindarkan.
BalasHapusSalurkan zakat lewat lembaga profesional, gitu lhoh.
Kecuali kalo yang bersangkutan emang gila perhatian dan pujian ! ;)
Setuju, karena menurut saya, baiknya zakat itu di "antarkan" ke kaum yang berhak. Bukan mereka yang malah bersusah payah "menjemput" nya ke kita ;)
BalasHapus