"Mama mau pulang tahun depan," mama tiba-tiba nyeletuk ketika kami lagi duduk berdua sore itu.
"Iyalah, Ma. Mudah-mudahan ada rejeki, kita pulang tahun depan. Dah lama kita nggak ngumpul lebaran di kampung," jawabku.
"Maksud mama, mama nggak kan balik kesini lagi. Mama ingin tinggal dikampung, kalau mama meninggal, mama mau dimakamkan dekat makam papamu," glek! aku menelan ludah, memandang mama yang sedang menerawang langit sore," kalau mama meninggal disini, nanti kamu yang susah. Kalau bisa, mama pengen meninggal tanpa sakit parah, jadi nggak nyusahin kalian."
Aku mendadak disergap sedih. Kupandangi wajah mama yang hampir seutuhnya diduduki keriput, kupandangi rambutnya yang udah putih sebagian, tangannya yang kurus tergantung letih dipangkuannya.
Tiba-tiba aku ingin memeluk mama, meminta maaf karena memaksanya tinggal bersamaku, merawat anakku ketika aku bekerja, menghabiskan masa tuanya dengan menjauhkan dia dari tanah leluhurnya, rumah masa kecilnya dan area kenangannya bersama papa.
Mungkin sebenarnya mama tak hendak tinggal disini, tak hendak jauh dari tanah tumpah darahnya. Tapi keadaanku memaksanya untuk tetap tinggal disini. Mama tak mau aku menitipkan anakku pada orang lain sementara aku bekerja.
"Maaf ya, Ma..." aku lirih, memeluknya. Kutatap wajahnya, kutahan tangis yang pecah didada.
"Insya Allah, mama pulang tahun depan..." janjiku padanya dengan sepenuh hati.
"Lebih baik kamu cari kerja lain. Nggak harus kerja kantoran, kan? Banyak ladang rejeki didunia ini. Mama ingin anak kamu tetap kamu yang jaga. Jangan sampai dia lupa mamanya sendiri karena jarang bersamanya," mama membuang pandang ke matahari yang hendak pulang.
"Iya, Ma.. Saya akan coba kerja yang lain," aku masih sibuk meredam kesedihan yang menyeruduk kerongkongan.
"Kamu kemarin ikut nonton Mario Teguh, kan? Dia bilang, jangan sampai karena uang sejuta dua juta kita kehilangan anak yang jauh lebih berharga dibanding uang. Nggak usah takut gagal. Coba dulu, usaha dulu. Beranilah untuk kebaikan Anda, kata Mario Teguh," mama mendadak berapi-api bertindak sebagai asisten Mario Teguh.
Aku manggut-manggut, " iya, Ma.. Insya Allah.."
Aku memang berniat 'memulangkan' mama, aku memang berniat berhenti kerja jika mama tak lagi ada disini bersamaku merawat si kecil walaupun aku mencintai pekerjaanku. Aku ingin dimanapun mama berada beliau merasa nyaman dan bahagia. Aku sangat ingin mama bahagia, sehat sentosa karena hanya mama yang aku punya.
"Mama ingin di kubur dekat Papa," desisnya lagi. Aku menyusut air mata.
Mama berdiri, melangkah ke kamar mandi ketika azan magrib berkumandang.
"Sering-sering nonton Mario Teguh, bagus itu," titahnya.
Aku tersenyum mengangguk.
I love you Ma...
Entah bagaimana aku tanpamu nanti.......
Note: Gambar dipinjam dari sini.
Sayapun pasti akan terhenyak jika mendengar ibu berkata seperti itu & mama benar, seberapapun besar uang yg kita dapat tak akan berarti bila anak tak bahagia. Mario teguh...memang super
BalasHapusSalam hangat & sehat selalu...
Mario Teguh..mul suka menontonnya kak Wi..
BalasHapusOma Chacha benar..seberapa uang yang kita cari, tidak bisa menggantikan bila kehilangan kasih sayang dari orang2 yang kita sayang...
Mul jadi teringat sama Bapak, meminta saat meninggal dikubur bersebelah dgn istrinya namun sangat terlambat pada saat memaninta di jemput dan kami anak2 blm ada waktu untuk mengambilnya, alhasil Bapak terlebih dulu pergi dan dikuburkan di kampung sementara Ibu dipinang...
setiap ibu pasti memiliki perasaan yg demikian, pengin anak dan cucunya bahagia, tanpa pedulikan perasaannya sendiri, I love my Mom..
BalasHapus(Maaf) izin mengamankan KEEMPAX dulu. Boleh, kan?!
BalasHapusMamanya kek saya, gak bisa terlalu lama jauh dari kampung halaman...
@ Noor's blog (Bang Pendi):
BalasHapusIya Bang Pendi. Sedih waktu dibilangin gitu..hiks..hiks.. Sedih ninggalin kerja, sedih kalau ditinggal mama, tapi yang penting, apapun pilihan mama, asal beliau bahagia nggak apa-apa. Lagian udah saatnya mungkin saya belajar hidup sendiri. Manja banget udah kawin aja masih pengen ditemenin mama. :(
Salam super hangat, Bang Pendi.
@ IbuDini:
Sedih ya, Mul. Kita juga pengennya mereka terus berdampingan dalam hidup matinya ya? Biar gampang nyekar-nya...
@ Kang Sugeng:
Betul, betul. Beliau selalu rela berkorban apa saja ya, Kang? I love my mom, too...
@ Alamendah:
hahahahaha.... Kayaknya gitu deh... :D
salam kenal mbak fatma : bagus tulisanya, benar apa yg dikatakan Pak Mario Teguh, uang tidak ada artinya apa² jika di bandingkan dgn keluarga.
BalasHapusKunjungan perdana, salam kenal :) . Mario teguh, suka banget
BalasHapusdilema ibu bekerja ya..mesti kerja tapi anak gak ada yg jaga ya.
BalasHapusPastinya uang tidak ada artinya bila dibandingkan dengan masa depan anak-anak kita. Namun ada pilihan lain jika kami harus meninggalkan anak kami pada orang lain. Ada alasan pendidikan yang harus kami kejar. Seperti orang Ayah dan mama kami mendidik kami. Karena itu kami bekerja dengan meninggalkan anak untuk didik menjadi mandiri dan tidak manja serta bersosialisasi dengan baik.
BalasHapusIbu saya juga pernah bilang, kerja dengan gaji seberapa-berapa aja yang penting deket ma orang tua.... sepertinya semua orang tua sama ya...
@ Wahyu:
BalasHapusSalam kenal, Wahyu.. Thanks udah mampir.
@ Dina:
Salam kenal, Dina. Sama, doongg..
@ Sang cerpenis bercerita:
Bener banget, Mbak Fanny. *garukgarukkepala*
@ Blog keluarga:
Memang ada baiknya juga ninggalin anak dan mengajarnya hidup mandiri. Hanya mama saya trauma dengan anak-anak yang dititipin ke orang lain, banyak yang 'nggak beres'.
Mungkin tergantung yang dititipin juga kali ya..?
ceritanya bgus sekali Mbak.. Mtaku berkaca2 saat membaca postingan ini..Aku jadi teringat mamaku yang telah tiada..
BalasHapus@ Rita:
BalasHapusKenyataan nih, Jeng. Mamaku tuh yang ku ceritain...
Semoga Mama Jeng Rita berbahagia di alam sana. Amiinn.
duuuuh jangan nyusahin mama dooong
BalasHapuswaktu kecil kita udah nyusahin mama
ngompol, ee, makan, minum, bobo, nakal
masak udah gedhe gini harus nyusahin mama juga
biar mama menikmati masa tuanya tanpa kerepotan
Kalau aku jadi Dewi, pasti perasaanku akan sama. Pengin dekat mama, tapi sedih kalau ternyata itu membuat mama terpisah dari tempat yang dicintainya.
BalasHapusSebetulnya, ketika kita sudah dewasa dan berumahtangga, maka hidup kita menjadi tanggungjawab kita sendiri, bukan? Memang ada baiknya mempertimbangkan untuk berhenti bekerja, jika kondisi kita tidak memungkinkan meninggalkan anak ...
Semoga Dewi menemukan jalan keluar yang terbaik ya ...
foto profilnya keren bu... saya suka... cantik, hehe...
BalasHapus@ BangAtta:
BalasHapusDuh, Bang Atta. Bikin aku makin ngerasa bersalah...hiks..hiks.. Janji deh, nggak bakal nyusahin mama lagi... :(
@ Mbak Tuti:
Thank's, Mbak. Kayaknya emang brenti kerja lebih baik. Banyak bisnis yang bisa dijalankan dirumah sambil jaga anak. Mungkin emang inilah yang terbaik untuk semua... *ngusap air mata haru*
@ Kang Sugeng:
Twink*twink*
Ah mosok sih...(ngaca sambil cengengesan)
Huu..huuu..., cerita k'ross bikin terharu...
BalasHapusMoga aja aku bisa bahagia-in mama2 n' papa nanti nya.... Miss u Ma, Pa...
@ Nofie (Upin):
BalasHapusBisa terharu juga kah? hahaha...
Bahagia-in mama papa? Harus itu!
setelah membaca 3 tulisan posting terbaru yang menurut saya membuat saya tidak bisa berhenti membaca, akhirnya tulisan ke4 ini memaksa saya untuk berhenti dan memberi sedikit celoteh. saya teringat juga pesan orangtua saya.. mereka ingin saya bisa menabung dan berkarier.. karena mereka selama ini sebagai pengabdi sudah lama sekali, ingin melihat anak-anak mereka bisa lebih dari mereka.. , setiap orang tua ingin yg terbaik untuk anaknya, walau kadang sang anak juga ingin yg terbaik untuk anaknya juga, bekerja untuk bisa mempersiapkan masa depan anaknya... saya yakin kelak mbak fatma dan Abang bisa memutuskan yg terbaik..
BalasHapus@ Pak Togu:
BalasHapusTerima kasih atas celotehnya Pak Dokter.
Saya senang kok jika ada yang berceloteh disini.
:)
Hiks... TT__TT
BalasHapusBaca notes di fesbuknya juga.... :(