Senin, 15 November 2010

Maafkan aku

Tanjung Pinang panas terik menjelang siang itu, aku mengajak misua nongkrong sebentar di warung bakso untuk minum teh dingin.

Kami masuk dan duduk tak jauh dari sekumpulan anak sekolah. Warung bakso ini emang nggak jauh dari sekolahan. Aku dan suami berpandangan, menggelengkan kepala. Bukankah saat ini harusnya adalah jam belajar mereka?

Kami memesan teh dingin lalu ngobrol kesana-kemari.

Lalu mataku tertumbuk pada seorang ibu-ibu setengah baya yang berjalan mendekati warung bakso, aku pikir beliau mau masuk dan bergabung menikmati teh. Tapi tidak. Si ibu-ibu masuk ke gang kecil disamping warung bakso. Aku mengintip. Ternyata dia mencari tempat sampah, mengumpulkan kaleng-kaleng bekas minuman pelanggan warung dan memasukkan ke dalam karung yang dia tenteng dengan tangan kiri. Sementara tangan kanan dengan tangkas mengais-ngais tong sampah, mencari kaleng bekas minuman atau apa aja yang bisa dijual.

Aku kembali menekuri teh dinginku, merasa kasihan dg ibu-ibu itu. Membayangkan andai ibu itu adalah mamaku. Sedihnya jika beliau menafkahiku dg cara begitu.

Mungkin hari itu Tuhan sedang ingin menunjukkan sesuatu padaku, pelajaran penting atas masa remajaku yang mungkin keliru.

Karena setelah si ibu-ibu berlalu, munculah seorang lelaki yang masih muda. Mungkin sekitar 35-an, menyandang sebilah kayu sebesar ibu jari kaki yang dikedua ujungnya menjuntai tali hitam dan kedua tali itu diganduli masing-masing satu kotak hitam persegi empat kecil (aku pikir ukuran panjang-lebar-tingginya sekitar 10-12 inci).

Lelaki itu berhenti dipinggir jalan persis didepan warung bakso, duduk diatas kotak hitamnya. Menyeka keringan dengan handuk kecil yang tadi disampirkan dibahu kiri. Melirik warung bakso. Aku tercekat, mungkin dia haus.

Lelaki itu menawarkan jasa nge-sol sepatu. Biasanya dia menyusuri perumahan untuk menawarkan jasa sambil berteriak sepanjang jalan:
"Sol sepatttuuu..uuu..," dengan berirama dan nada sedikit menanjak di hurup 'u'.

Hatiku ngilu, tak mungkin setiap hari ada orang ngesol sepatu. Apakah uang yang dia dapatkan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya?
Aku meneguk teh, tenggorokanku mendadak kering. Andai bapakku yang disitu...

Diujung jalan seorang bapak tua duduk menjelepak dibawah pohon rindang. Menghadapi beberapa biji lukisan yang belom laku-laku dari pagi. Mengisap rokok sambil sesekali melirik lukisannya. Dia nampak tua dan lelah.

Aku menarik nafas, begitulah orang tua mencari nafkah untuk anak-anaknya. Segala cara dijabanin, demi sedikit uang untuk menyambung hidup, agar anak-anak mereka bisa sekolah. Agar bisa hidup lebih baik dari mereka kelak. Itulah harapan orang tua atas anaknya. Tapi apakah anak mereka tahu akan hal itu?

Aku melirik anak sekolah yang bolos dan bercengkrama diwarung bakso. Mengingat diriku dulu juga seperti ini. Bolos sekolah untuk alasan yang tak jelas. Menipu orang tua dan diri sendiri.

Aku merasa bersalah pada papaku yang telah tiada, yang mungkin telah kuhancurkan harapan dan mimpinya atas diriku.

Pa-ma, tak jemu-jemu kumohon padamu, maafkanlah dosa-dosaku..


5 komentar:

  1. nice posting Mbak.. dalam beberapa kesempatan aku pun sering menjumpai orang-orang seperti itu.. perasaan miris pun terbersit melihat nasibnya dan beribu syukur terucap menyadari untunglah hidup kita tak seperti mereka..

    BalasHapus
  2. Menyentuh Mb, aku selalu membayangkan semua wanita tua dan pria tua yang kerja serabutan adalah kedua orang tua mul kak Wi..

    Itulah kenapa orang tua selalu menyuruh kita utk selalu sekolah dan belajar supaya pintar, ya agar jejak orang tua yng sulit tidak dialami oleh anaknya...

    Dari SD sampai SMA , mul pernah bolos sekali kak Wi...waktu diSMK Kelas 2, apesnya ketahuan dan kena jemur di tengah hari bolong...kalau inget gitu , sedih rasanya berdiosa sama mereka..

    BalasHapus
  3. Duh, jadi merasa bersalah banget jaman dulu gw juga nakal beberapa mbolos :-(

    Maapkan aku yah Mom

    BalasHapus
  4. postingan yg menarik mbak ..

    slm kenal & saya jg udah follow .. :-)

    BalasHapus
  5. @ Rita Asmara:
    Alhamdulillah, jika melihat mereka timbullah perasaan bersyukur sekaligus miris ya Rit?

    @ IbuDini:
    Iya Mul, dulu suka kesel kalau disuruh belajar ampe malem ya? Sekarang udah punya anak baru ngeh, ternyata apa yang dulu disuruh orang tua itu adalah untuk kebaikan kita sendiri.

    Haaa? pernah dijemur ya, Mul? Kalo kering langsung di goreng, enak tuhhhh..! :D

    @ Zulfadhli's Family:
    Jawaban si Mom: iya Nak, udah kumaafkan jauh sebelum kamu minta maaf. :p

    @ Puguh DP:
    Thanks. Nanti saya follow balik deh!

    BalasHapus

Yang cakep pasti komen, yang komen pasti cakep..

Tapi maaf ya, komentar nggak nyambung akan dihapus :)
Terima kasih...