Senin, 27 Juni 2011

Orang Minang yang amnesia

Seorang teman menelponku, memakai bahasa Indonesia logat Jakarte. Ketika ku ajak ngobrol dengan bahasa Minang, dia bilang dia udah nggak bisa. Aku tanya kenapa? Karena udah lama di rantau, katanya. Lah, emang udah berapa lama engkau di rantau hingga lupa bahasa emakmu? Hampir 10 tahun, katanya. Whatttt??? *kaget lebay*

Ibunya Ibu mertuaku orang Jawa asli, namun sudah merantau ke Bintan berpuluh tahun yang lalu. Dan hebatnya, beliau masih fasih berbahasa Jawa. Medok banget malah, sampai aku nggak bisa bedain mana bahasa Indonesia dan mana bahasa Jawa. Karena begitu keluar dari mulut si Mbah, semua bahasa seperti bahasa Jawa di telingaku.

Ibu mertuaku juga begitu. Beliau kesini semenjak masih muda. Tapi tidak pernah lupa dengan bahasa yang beliau bawa dari tanah leluhurnya. Beliau juga masih patuh menjalankan segala tradisi Jawanya ditambah adat dan tradisi Melayu karena beliau menghargai tanah dimana beliau hidup dan menghirup udara. Dan beliau-beliau itu berbahasa Jawa dengan anak-anaknya, para keturunannya, handai taulannya, hingga meski jarang pulang kampung, mereka sekeluarga tetap tau akar budaya dan tak lupa bahasa aslinya.

Seperti seseorang yang menelponku waktu itu. Yang membuat aku berdebar-debar grogi, tak tau mesti ngomong apa. Beliau sudah melanglang buana dalam arti sesungguhnya, sudah menginjak-injak 5 benua, tapi medok jawa-nya nggak ilang. Sampe ngomong Inglis pun pake medoknya Jawa, membuat aku hang sepersekian menit. :D

Anggun C Sasmi, kenal? Sama, aku juga begitu; kenal dia tapi dia nggak kenal akyu. Aku membaca wawancaranya di yahoo.com. Meski bertahun-tahun merantau ke LN, dia tetap fasih berbahasa Indonesia, tidak ada cadel dan tidak ada meyelipkan bahasa asing disetiap katanya. Ketika ditanya, dia bilang dia berbahasa Indonesia dengan anaknya dirumah, mungkin supaya anaknya bisa dan dia nggak lupa.

"Orang Indonesia harus bisa bahasa Indonesia, dong," katanya.

Sip!

Bagiku itu hebat. Orang yang tidak melupakan asal muasalnya, leluhurnya, negeri tumpah darahnya, dan tak malu mengakui kampungnya adalah orang hebat. Apa jadinya kalo kita lupa bahasa nenek moyang kita sendiri. Jangan-jangan entar di tahun 2050, orang-orang udah lupa akan bahasa daerah masing-masing.

Tahukah temans, di negara kita paling tidak ada sekitar 750 bahasa daerah meskipun belum semuanya di teliti dan masih tersimpan rapi dalam sanubari ibu pertiwi. Yang sudah nyata-nyata diketahui dan dikagumi dunia adalah sekitar 250 bahasa daerah yang mempunyai ciri khas pembedanya dan dapat dijadikan aset nasional untuk memperkaya bahasa Indonesia.

Akan tetapi,  penggunaan kosa kata Bahasa Inggris dalam peristilah-peristilahan cukup dalam mempengaruhi bahasa-bahasa di dunia (bahasa gw keren ya, Bo' :D ). Lagipula semakin cepat perkembangan bahasa Indonesia modern dan ragamnya di Indonesia berimplikasi pada eksistensi bahasa daerah yang ada. Hingga penggunaan bahasa daerah semakin berkurang, menyusut, mengkerut lalu mengecil dan pada akhirnya mungkin menghilang. Ketahuilah Temans, sekitar 75 bahasa daerah sudah punah dan sekitar 169 lagi terancam punah. :(

Sungguh menggenaskan.... 
Kasihan, kasihan, kasihan.....

Harusnya kita menyadari betapa keanekaragaman bahasa itu sangat penting, mempertahankan keanekaragaman bahasa erat kaitannya dengan stabilitas kesuksesan kemanusiaan (duh, kiyutnya gaya gw).

Pak Mentri Pendidikan, gimana kalo disekolah-sekolah tetap belajar bahasa daerah disamping bahasa Inggris? Bapak setuju pan usulan aye?
Kalo Bapak setuju, aye rekomendasikan teman aye yang merantau ke Jakarta ntuh untuk ikut kelas bahasa Minang lagi. Kasihan betul dia, amnesia di kala muda.....

Setujukah dikau, Temans?


38 komentar:

  1. setuju mbak
    bahasa daerah harus kita lestarikan, jangan ampe kite lupa
    kami dan juga teman - teman dari jawa udah lama di bandung tetapi tak pernah lupa bahasa daerah kami.

    BalasHapus
  2. yep memang bagus dalam melestarikan bagian budaya, yaitu bahasa, tetapi sering dilapangan tidak pada tempatnya dalam penggunaan....terkadang juga ada nuansa arogansi kedaerahan.....sifat memandang rendah suku lain terlihat ( ini kasus pada pengalaman pribadi).

    BalasHapus
  3. lebih melihat pada ketepatan dalam berbahasa....pertama mesti berbahasa indonesia yang benar dahulu,jangan dicampur aduk dengan istilah asing ( asing minded), kemudian bahasa daerahnya digunakan dirumah atau teman-teman sekampung atau kondisi tertentu yang mendukung........biar kata orang penting/pejabat tinggi...bahasanya campur aduk...mentang-mentang....^__^.

    BalasHapus
  4. di daerahku kebanyakan pemuda pemudinya jadi perantau ke jakarta. Maklum di Gunungkidul di daerah dimana saya tinggal dipercaya tidak memberi cukup harapan finansial

    memang sih ada mereka yg sekali nginjak jakarte jadi lupa diri, lupa jati diri, ngomong ngegaya jadi jakarta jadi jadian

    tapi kakakku punya penelitian buat skripsi sosiologinya gini:

    katanya kalau orang gunungkidul yg belum/ngga sukses di jakarta lah yg cenderung ke jakarte jakarte an, sementara yg sudah sukses dan relatif well educated malah tahu sopan santun dan bisa menjadi jati diri orang jawa/wonosari

    BalasHapus
  5. kadang salah kita juga
    ketika anak belajar bicara, kita cenderung menggunakan bahasa indonesia
    akibatnya kaya jagoanku dulu
    di sekolahan nilai basa daerahnya selalu jeblok
    padahal bahasa inggris dan arab malah bagus
    makanya untuk citra aku rubah
    sehari-hari sama ibue aku pakai basa jawa alus
    basa lain tar biar lingkungan aja yang ngajarin

    BalasHapus
  6. setuju sekali meskipun aku tidak bersuku. Tapi seandainya di sekolahku di jkt dulu ada bahasa daerah, aku mau belajar. Bukannya dlm kurikulum dulu ada bahasa daerah? Setidaknya tahun 1943-an dalam kurikulumnya ada bahasa Jepang (7 jam) Bahasa Indonesia (5 jam) dan Bahasa daerah (4 jam).... Entah mulai kapan tak ada bahasa daerahnya :)

    Hitung-hitung aku sudah 19 tahun tinggal di Jepang, masih bisa kok bahasa Indonesia tuh :D.

    EM

    BalasHapus
  7. aku ga bisa bahasa jawa atau pun bahasa ibu :p

    BalasHapus
  8. ditempatku bahasa daerahnya ada dua, satu Madura yang satu jawa, dan samapi sekarang masih menjadi kurukulum,,mungkn teman Kak Dewi teropsesi pingin jadi orang Jakarte,,sampek lupa sama bahasa deerahnya,,,hehehe

    BalasHapus
  9. @ Masjier:
    Setuju banget! Bahasa menunjukkan bangsa :)

    @ aryadevi:
    Iya Mas. Saya juga tidak anti menggunakan bahasa asing, karena banyak istilah yang lebih cocok pake bahasa mereka, tapi disamping pake bahasa asing mbok ya bahasa emak kita nggak dilupakan. Ya nggak?

    @ belajar dan informasi:
    betul. disesuaikan dengan tempat, kegunaan, situasi dan orang yang kita ajak bicara ya?
    Nggak mungkin saya ngajak bicara bahasa Minang dengan Bos saya orang S'pore :D

    Kata orang bijak yang pernah saya denger; orang pintar adalah orang yang bisa menyampaikan sesuatu yang rumit dengan bahasa yang mudah dimengerti. Kalo bahasanya campur aduk, malah orang jadi bingung, dan berarti yang ngomong adalah orang..............

    @ jawardi:
    karena masih belum berhasil, Mas. Makanya bahasanya agak di tinggi-tinggi kan, biar orang sangka keren dan dikira hebat..hehehe... (begitu mungkin ya?)

    @ rawins:
    Bahasa lain itu bahasa yang mana ya, Mas? :)

    Mudah2an bukan bahasa 'jorok' ya? Karena lingkungan sering mengajarkan bahasa kasar pada anak2.

    @ Mba Imelda:
    Waktu aku sekolah udah nggak ada bahasa daerah, Mba. Saya juga senang belajar bahasa daerah :)
    Sekarang tinggal di tanah Melayu, saya ikut2 bahasa Melayu. Ketika nikah dengan orang Jawa, saya ikutan belajar bhs Jawa, punya temen orang Batak saya ngomong seperti orang Batak. Itu menyenangkan sekali! Menyadari betapa kayanya Indonesia dengan berbagai bahasa.

    Mba Imel tidak bersuku? hehehe... Saya pernah baca tulisan Mba tentang hal ini. Tapi menurut saya itu juga seru ketika di tubuh kita dialiri darah dari berbagai suku bangsa :D

    Hebat! Saya percaya kok Mba. Kan tiap hari Mba Imel ngeblog dalam bhs Indonesia :)

    @ r10:
    Kalo bahasa tubuh bisa kan? ;)

    @ sofyan:
    Mungkin juga ya, Sof :D
    Soalnya aku nggak percaya dalam kurun waktu 10 tahun orang sudah lupa sama sekali bahasa lahirnya :(
    Mungkin emang iya dia terobsesi jadi orang Jakarte :D

    BalasHapus
  10. klo bahasa gaul asalnya dari daerah mana hayooo...

    wah mbak belum liat postinganku ini ya: http://jalanjalandingin.blogspot.com/2011/06/terima-kasih-mbak-dewi-fatma.html

    BalasHapus
  11. wah ini mengingatkan saya sendiri nih mbak.
    anak dari suku jawa yang ga lahir di tanah jawa tapi alhamdulillah masih bisa bahasa jawa, dan lucunya saya belajar memfasihkan bahasa jawa saya ketika saya merantau ke negeri tetangga. bukan di tanah jawa tapi di malaysia hehehhe

    BalasHapus
  12. Salam kenal, Dewi
    sudah sering lihat Dewi dimana2, tapi baru kali ini bunda bertamu kesini

    kebetulan bunda asli dr ranah minang, dan mengakui krn dr kecil sampai sekarang tinggal di jakarta, pun kebetulan sekali ayah dan ibu pun selalu berbahasa indonesia dirumah, bukan bahasa minang.
    Bunda baru bisa bahasa minang setelah nikah dan kebetulan diajarkan oleh mertua.

    setelah bisa, malah merasa bangga sekali.
    karena merasa komplit sebagai orang minang :D

    krn bagaimanapun bahasa menunjukkan bangsa .
    dan, kalau bukan kita sendiri yg melestarikan budaya kita, lantas siapa?
    salam

    BalasHapus
  13. @ Oen-oen:
    daerah yang digauli..eh...salah! Daerah anak gaul laaahhh... :D

    hah? belom, Oen! Aku kesana ah..
    *grasak-grusuk nggak sabaran*

    @ bintangair:
    wah, insapnya ketika udah di negeri orang ya Mba? :)
    Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

    @ bundadontworry:
    Salam kenal, Bund. Tadi saya juga mampir kerumah Bunda nan sejuk dan damai. Dulu sih sering juga mampir disana waktu liat Bunda di rumah Mba Tuti Nonka :)

    Iya ya, Bun, sudah sepatutnya kita bangga, aneh aja kalo ada orang yang malu dengan asal muasalnya.

    BalasHapus
  14. Seetujuuu············

    BalasHapus
  15. aku juga masih bisa bahasa aceh lho, walaupun udah 7 tahun di JKT hihi

    bukannya di sekolah2 emang masih ada pelajaran B. Daerah ya mba? apa skrg udah ga ada yah?

    Anggun C Sasmi, aku sukaaaaaaaaaaaaaa dia. dan bener mba, anggun hebat, masih pake B. Indonesia dengan anak bulenya itu,salut.

    BalasHapus
  16. itu namanya kebiasaan dan kebiasaan itu emang sulit diubah. mau diaman aja kita berada, kalo kita udah terbiasa ngomong pake bahasa B, yah bahasa B yang terucap.

    BalasHapus
  17. dulu di sekolahku, sampe smp kelas 2 diajarin bahasa sunda. eh kelas 3, bahasa sunda diganti sam mandarin yang lebih susah. begitupub juga waktu sma. tetep belajar mandarin. dan hingga kini ga tau deh apakah tiap sekolah di banten/jabar masih ngajarin bahasa sunda ato udah enggak. :(

    BalasHapus
  18. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  19. kalo Uda masih sering bahasa minang sama Mama di Bengkulu...
    dan uda juga berupaya memperkaya bahasa jawa, karena punya bidadari orang jawa...
    selain itu ni lagi giat les bahasa arab, biar gak kagok memahami qur'an..

    :D

    setuju tu mba' dewi fatma...

    salam hangat sahabat - udariki

    BalasHapus
  20. anggun idola q nich hahahahahaha......... kadang ada orang aetahun ke LN pas pulang udh bicara ingriisssssssss trs........ menjijikannnnnnnn


    salam persahabatan selalu dari menone

    BalasHapus
  21. setuja banget mbak :)
    aku masih suka pakai bahasa sunda kok sampai saat ini walaupun lama tinggal di sini

    BalasHapus
  22. Malu kali kak Wi apalagi tinggal di jakarta ..

    Terus terang saya juga gak bisa bahasa daerah kak Wi,...baik itu jawa atau melayu heheheh

    BalasHapus
  23. suamiku masih jago bahasa NTT meskipun udah puluhan tahun merantau ke jawa....kalo aku ngga bisa bahasa daerahs ecara dr lahirnya udah di jakarta hehehe....

    Penjual di Tn Abang masih suka ngomong bahasa minang loch sm temen2nya..padahal mrk udah puluhan tahun tinggal di jkt...pokoknya kalo ke Tn Abang serasa berada di padang dech eheheh....

    BalasHapus
  24. Sepertinya baru mampir pertama kali disini. Orang Minang yang terlahir di negeri Minangkabau kalau gak bisa bahasa minang lagi, nyebur aja lah ke laut hehe.....

    BalasHapus
  25. iya tu.suka sebel deh aku klo liat org2 jaman skr yang suka malu make bahasa daerah sendiri.entah apa alasannya mungkin klo pake bahasa daerah dikira ga gaul.haduuhh miris jdnya.

    aku justrus merasa bangga sebagai org minang yg lancar bgt mlh ngomongnya soalnya emg dibiasain sm ortu klo kita ga boleh lupa asal dan bahasa daerah kita sendiri.

    BalasHapus
  26. Mba Dew, tiasa nyarios sunda teu? heuheuheu...
    Sepakat mba Dew, InsyaALLAH Orin kalo punya anak nanti mau diajarin basa sunda, karena belajar berbagai bahasa itu (katanya sih) bisa merangsang tumbuh kembang otak seorang anak lho, dan akan memudahkan dia belajar bahasa lainnya.
    Keren bgt kan? sekali dayung dua tiga pulau terlampaui *tsaaaaahhh*

    Setdah...panjang bener komeng qiqiqiqi

    BalasHapus
  27. Mengenai teman yang tiba-tiba tidak bisa bahasa daerah ...
    Mungkin yang ada dalam pikirannya adalah ...

    "NGue kan anak jakarteeee ... ngaul geto loch " (sambil mulut dimencong-mencongin ...)

    hahaha

    salam saya

    BalasHapus
  28. hahaha ... bisa aja ngerayu yg komen ;)
    aku cakep mangkanya komem hahahaha

    BalasHapus
  29. hmm ... aneh aja klo seseorang lahir dikampung ibunya dan besar disitu sampai abg - trus merantau, kemudian ngaku lupa bahasa ibunya :(

    BalasHapus
  30. sepakat mbak dan aku kira nggak mungkin deh kalo lupa.. sepertinya emang mustihil kalo sampe lupa tu..
    aku nggak tau ne,,kenapa ya kalo wong jowo ngomong indonesia mesti medok ya,,haha.. aku juga gitu,,bahkan bisa campur aduk indonesia + jawa,,haha :D

    BalasHapus
  31. saya besar di jogja, tp skr domisili di sby. klo ketemu sesam jogja medog jogja. Klo bergaul dg org sby medog sby... tp kadang2 campur juga... hehehe...

    BalasHapus
  32. Dengan segala kerendahan hati, sekedar penyambung tali silaturahmi barangkali berkenan menerimanya.
    Silahkan dicek!
    http://kipsaint.com/isi/award-perekat-tali-kerabat.html

    BalasHapus
  33. bahasa menunjukkan bangsa, dan pemerintah memelihara bahasa daerah, sudah sepatutnya bahasa ibu kita lestarikan, bapak-ibu saya bahasanya indonesia logat jakarta dan ibu saya betawi, jadi gak susah melestarikan, tinggal melestarikan logat dan istilah betawi aja :D

    BalasHapus
  34. kl sekolah2 di daerah tangsel, bekasi dan depok masih ada bahasa sunda tuh....yg repot khan kalau orang tuanya bukan orang sunda...tp si anak kudu belajar bahasa sunda....hhehehehe... it happens sama tetangga gw bu

    BalasHapus
  35. Dan hingga kini saya masih medhok lho, Jeng. Padahal sudah merantau bertaun-taun. Bahkan ngomong basa Inggris saja masih pake "to", yes to?
    Ha gimana lagi, hawong ini basa nenek moyang saya jeh.

    Nek sama Mbak Anggun itu saya salut banget. Ha sudah lama di Prancis kok ya masih medok jugak. Ndak kaya artis lain yang keluar negri aja barusan ngomongnya kok udah ewes-ewes diselipin basa londo gitu?

    Maap ya Jeng, sudah panjang komennya medok pulak :D

    BalasHapus
  36. urang padang uni ko???iyo yo???hahahaha..baru tau...sakampuang lah kita kalau begitu..

    BalasHapus
  37. barusan saya lihat profilnya mbak...ternyata emang iya...anda orang minang...

    ternyata emang bener apa yang dibilang oleh buyut2 saya..

    lestarikanlah kegokillan awak ko..hahahaa...
    salut dah buat mbak..

    saya jadi suka baca postingannya..hehe

    BalasHapus
  38. Rancak bana, postingan Uni ko. Urang Minang selayaknyo tidak akan pernah melupakan bahasa ibunya.
    Sajauah-jauah tabangnyo bangau
    pulangnyo ka kubangan juo
    sajauah-jauah Urang Minang marantau
    Bahaso Minangnyo indak kan pernah lupo

    BalasHapus

Yang cakep pasti komen, yang komen pasti cakep..

Tapi maaf ya, komentar nggak nyambung akan dihapus :)
Terima kasih...