Gedoran si menor dari Makasar

Sesungguhnya aku sudah mencoba menahan kegatelan jemariku yang lentik berbulu (nyontek Pakdhe Cholik style) untuk mengetikkan postingan baru dimari. Oleh sebab karena daku merasa bersalah *halah*. Pasalnya, aku lom sempat bewe ke blog teman-teman yang udah berkali-kali mampir dan komeng dimari. 

*Maapin dooonggg...? Kan masih bulan Syawal. Bulan penuh ampunan* :P

Akhir-akhir ini, inet di kantor sering di block. Inet dirumah lemot, lemah gemulai. Sangat memilukan jika dipake buat bewe. Udah nungguin ampe mandi keringat, 10 kali buang angin, 15 kali ngupil dan 20 kali ke toilet *mencret kaleee* blog yang dituju tak kunjung tergelar didepan mata. Akhirnya gw milih merem aja, ngelonin Valeska yang akhir-akhir ini genit manja.

Tapi daku sungguh tak tahan untuk tidak menceritakan ini..hiks..hiks...

Dulu, waktu jempolku masih imut, di sebuah SD di pelosok Kabupaten Agam Bukittinggi, Pak Guruku bilang begini:

"Kalau kamu bertamu ke rumah orang, pertama-tama ketuk pintunya dengan buku jari tengah dan buku jari telunjuk sebanyak tiga kali, dengan lembut, jangan terlalu keras, lalu ucapkan salam. Kemudian tunggu antara 1-2 menit. Mungkin tuan rumah sedang sibuk dibelakang. Setelah 2 menit, ulangi mengetuk dan mengucap salam. Tunggu lagi 1-2 menit. Lakukan itu sampai 3 kali. Jika masih tidak ada tanda-tanda tuan rumah akan keluar, tinggalkan. Bertamulah lain waktu. Jangan memaksa bertamu dan jangan menggedor pintu rumah orang dengan keras dan tidak ada jeda. Itu tidak sopan, anak-anak. Mengerti?"

Aku masih ingat, aku paling lantang menjawab: "mengerti, Paaaaakkkk...!!!" 

Lalu, suatu waktu, di jaman ini, ketika jempolku sudah tak imut lagi, saat aku lagi sibuk beberes rumah, seseorang menggedor (bukan mengetuk) pintu rumahku dengan kencang dibarengi ucapan salam. Nggak brenti-brenti, nggak ada jeda (mungkin Pak Gurunya lupa mengajari cara bertamu). Aku udah jawab salamnya, tapi dia tetap tidak berhenti menggedor pintu. Padahal kata Pak Guruku:

"Jika tuan rumah sudah menjawab salam, tunggu saja. Itu pertanda dia akan segera muncul membuka pintu"

Aku yang lagi ngos-ngosan nyapu rumah, kesel. Sambil menggenggam erat tangkai sapu aku bergegas ke depan, membuka pintu.

Di depanku berdiri seorang ibu-ibu sebaya mamaku. Wajahnya yang berkeringat dan mengkilat terbalut bedak putih yang bertolak belakang dengan warna kulit di lehernya, lipstiknya merah membara. Aku menahan nafas, menahan emosi.

Siapa ibu ini?

"Iya, Bu? Cari siapa?"

"Eh, ini Mbak, minta sumbangan... Untuk bangun mesjid. Ini....&^%(HFUR%...." dia berkata seperti orang kumur-kumur dan suaranya pelll...aaannn..nn..sekali.

Secarik kertas disodorkan padaku.

"Mesjid dimana, Bu?" tanyaku, coz setahuku, di komplek kami juga sedang membangun mesjid, tapi tidak minta sumbangan ke warga.  

"Di Makasar"

Whaaattt??? Jauh amit minta sumbangannya sampai ke Bintan. Ongkos pesawat siapa yang nanggung, Bu?

"Jauh ya, Bu?" celetukku.

Si Ibu grogi. Salting sendiri. Ku lirik jumlah daftar penerimaan uang sumbangan dikertas yang dia sodorin, 1000, 2000, 5000, paling besar 5000. minta sumbangan jauh-jauh, dapet segitu, besar di ongkos, gempor di kaki...

"Ibu dari Makasar?" yang nggak nyumbang biasanya emang lebih cerewet..xixi..

"Iyah..*(&^%$()&%%#............" si Ibu kembali mengeluarkan suara halus yang hanya bisa didengar oleh malaikat dan jin.

Lalu aku memberi uang sekedarnya. Kalo dia mau nipu, itu urusan dia, kupikir.

Tak sampai sebulan kemudian, gedoran yang sama kembali menghajar pintu rumahku. *Aku rasa, jika dia datang dua kali lagi, pintu rumahku bakal roboh* Aku lagi leyeh-leyeh didepan tipi, meloncat bangun dan bergegas ke depan membuka pintu. Pasti si Ibu Makasar.

Tak salah lagi. Dia berdiri disitu dengan lipstik merahnya.

"Iya, Bu?" aku berlagak culun.
"Ini Mbak, minta sumbangan untuk panti asuhan..."
Gayanya yang selalu salting saat menyodorkan brosur, membuat kecurigaan bergegas bermunculan di hatiku.
"Dari mana, Bu?"
"Dari Bali, Mbak"
Shhhhaaapppp...!! What do you mean from Bali?

Aku memandangnya. Dia menunduk grogi. Kayak orang pacaran aja. Lalu timbul niat ku untuk ngetes dia, tepatnya ngisengin dia..xixi...

"Saya belum gajian deh, Bu."
"Sekedarnya aja, Mba"

"Nggak ada uang saya, Bu"
"Berapa aja boleh, kok"
"Saya nggak nyimpan uang kes dirumah, uangnya di ATM, ATM nya jauh..." halah gaya lu, wi..wi...
"Berapa yang ada aja deh.."
Maksa.

Aku berbalik mengambil dana segar ke kamar lalu bergegas kembali menjumpai si ibu, memandangnya sebelum menyerahkan uang, dia kembali tertunduk grogi. Aku kembali merasa seperti sedang pacaran sama si ibu dengan aku sebagai cowoknya dan dia sebagai cewek yang malu-malu kucing ditatap cowok. Jiaaahhh...jijay bajai brojai..!!


Begitu melihat warna uang di tanganku, senyum kikuk si ibu lenyap. Berganti wajah bengis. Dia lalu berbalik tanpa ngucapin salam, hanya ucapan terima kasih yang terputus seiring matanya tertumbuk pada segepok uang ditanganku :O

"Makas..... huh!"

Dia pergi. Entah ke Makasar entah ke Bali.

Sebenarnya siapa sih, ibu-ibu itu? Apa sih tujuannya? Apa sih niatnya?

Ada yang tau?