Lebaran, salam dan genjer

Buuuaaahhh.... baru liburan seminggu udah lumutan nih blog, nggak di apdet-apdet. Liburan kerjanya molor mulu. Kalo dirumah kok malas ngenet yak? Kalo dikantor kok semangat. Ketahuan banget yah daku ini malas bayar pulsa internet..hihihi... Yah, inilah pencinta gratisan sejati. Tiada tanding tiada banding. Ehem!

Bagaimana kabarmu, Sahabat Blogger? Did you enjoy your holiday? Masih ada sisa kue-kue lebaran? Bagi dooongg... Oiya, maapkan daku yah, nggak silaturrahmi ke rumah Sahabat semua, baik didunia nyata maupun dunia maya selama beberapa hari ini. Soalnya aku lebarannya hari Rabu, hari Selasa masih nyari baju lebaran..hihi... *apa hubungannya coba?*

Sebenarnya aku mo komplen tapi nggak tau sama siapa komplennya. Kenapa yah, pengumuman hari lebaran kok mepet banget? Tau nggak, sepanjang hari Senin tuh makku mondar-mandir didepan tipi, nungguin pengumuman dari Pak Mentri kapan lebarannya. Tapi nggak ada apa-apa di tipi. Orang wartawannya juga lagi nungguin pengumuman. 

Bukan apa-apa, si emak tuh bingung, ntar malam masih tarawih nggak ya? Ntar pergi tarawih, di mesjid nggak ada imam, kan enggak lucu kalo emak tarawih sendiri. Trus, kalo enggak berangkat ke mesjid dan ternyata orang masih tarawih, kan rugi! Katanya gitu.

Kalo mertuaku lain lagi, dengan style yakin dan percaya bahwa Selasa adalah hari raya Idul Fitri, maka hari Senin beliau udah sibuk masak ketupat, gulai nangka, gulai ayam, ayam kecap, tape ketan, tape singkong, goreng keripik, goreng kerupuk dan sebagainya. Senin malam semua siap sedia menyambut lebaran. Suamiku di telpon agar datang menjemput jatah ketupat dan sayur nangka, soale mertuaku tau, menantunya ini nggak bisa diharap bakal bikinin segala macam makanan itu untuk anaknya. Maka daripada usus anaknya terancam kekurangan bahan kunyahan, diputuskanlah untuk melebihkan masak ketupat sayur tiap tahun untuk dikirim kerumah putera tergantengnya itu....huahuahuha...  *I lop yu pul mak mertua!*

Tapi apa daya, Senin malam sekitar jam 8.30 Pak Mentri muncul dilayar tipi, lebaran ditunda hingga Rabu karena nggak ada penampakan hilal setinggi 2% di atas ufuk sebagai syarat untuk menentukan tanggal 1 Syawal. Dan Sabda Nabi, "jika ragu, maka genapkanlah puasamu (hingga 30 hari)"

Suamiku yang masih berada dirumah Ibunya nelpon sambil ketawa:

"Ma, gak jadi lebaran besok. Rabu kita makan ketupat basi..hahaha..."

"Kita lebaran Selasa aja kalo gitu," usulku.

"Sayangnya disini nggak ada yang lebaran Selasa, Ma. Kita mau shalat Ied dimana?"

"Iya juga ya, Mas. Yo wis lah. Besok ketupatnya dipanasin lagi aja..hahaha... "

Malam itu, jam 9, mesjid dekat rumah manggil warga untuk shalat tarawih yang terlambat. Dan jam 10 lewat suamiku pulang membawa kantong besar berisi aneka peyek dan keripik, ketupat plus sayur nangka kesukaannya dan bonus kue bolu dari kakak ipar *oh, kakak ipar, i lop yu pul tu ah* :D

Bagaimana cerita hari raya? 

Nggak kalah seru. Lebaran pertama sehabis shalat ied, kami berkeliling kerumah tetangga. Salam-salaman. Kalo jumpa dijalan ya salaman dijalan, kalo jumpa di tangga, ya salaman di tangga, kalo udah salaman dijalan trus ketemu lagi di tangga ya, salaman lagi. Seru pokoke!

Selesai keliling ke tetangga, kami cabut ke rumah Mbah-nya Valeska atau Ibunya suamiku. Makan ketupat lagi ampe kenyang, pulangnya bawa tape ketan dan tape singkong sekantong besar (lagi). *Kelakuanku jangan ditiru Sodara-sodara, menantu tak tau diri ini mah*

Lebaran kedua alias hari Kamis, mamaku cabut ke Batam bersama sahabat karibnya *halah* Berhubung mama adalah seksi konsumsi yang paling seksi dirumahku, maka selama mama nginap di Batam, terancamlah kecukupan pangan di rumahku. Soale, ente kan dah pada tau, kalo aku tuh paling malas belanja-belenji perlengkapan pangan. Kenapa? Mau tauuuuu..mau tauuuuu...???

Soalnya, aku pernah menerima tatapan kasihan seiring ketawa cekikikan di warung sayur. Apa pasal? Tak lain tak bukan dikarenakan ketidakmampuanku membedakan antara daun salam dan daun genjer! Tuh tuh kan?  Pada ketawa.... 

Ceritanya waktu itu aku mau masak gulai. Biasanya, karena pengetahuanku yang menyedihkan untuk urusan beda-membedakan bumbu dapur, jadi aku suka beli bumbu langkok-langkok yang sudah dibungkus. Nah hari itu, nasib naas sedang menghampiriku untuk jadi bulan-bulanan penjual bumbu. Bumbu yang dibungkusin itu habis, jadi aku disuruh ambil sendiri sama si Mas warung. Pas giliran daun salam, dengan pedenya aku ngambil sebentuk daun yang kupikir daun salam. Eh, si Mas warung ketawa cekakakan. 

"Kok cuma beli dua daun genjernya, Mbak? Mau ditumis atau dilalap?" tanyanya sambil ngelap air mata saking ngerasa lucunya ngeliat wajahku saat itu.

Aku grogi dan maluuuuuu....pisan! Apa aku salah lagi???

"Mba mau beli bumbu langkok untuk gulai kan?"

Aku mengangguk. Salting. Dia kembali cekakakan.

"Mau beli daun salam juga kan?"

Rasanya ingin ku mutilasi si Mas itu saat itu juga.

"Itu daun genjer, Mbak. Bukan daun salam," suaranya melengking kayak pake toa musholla. Mana pembeli lagi rame. Jadilah semua penghuni warung termasuk si daun genjer dan daun salam memandangku kasihan, sekaligus geli.

Rasanya aku ingin pingsan dipelukan Keanu Reeves. 

Sejak itu, aku ogah disuruh belanja bahan-bahan pangan sendirian. Jadi selama mama di Batam, setelah ketupat sayur Mak Mertua ludes, dan kami udah bosan makan kue lebaran, maka mie instanlah yang jadi pemenangnya, menghuni perut kami di hari raya.

Hiks... Menyedihkan ya?

Hidup ini emang terkadang menyedihkan, bahkan pada saat hari raya :D