Senin, 28 Maret 2016

Menyerah dan Menyesal

"penyesalan bukan datang diakhir, tapi penyesalan datang saat kau mengetahui letak kesalahanmu" - riska-

Akhirnya, tanggal 25 Nov’15 setelah melalui perjuangan panjang, papa Vales dapat protokol kemo dan dijadwalkan untuk kemo pertama tanggal 7 Desember karena (lagi-lagi) menunggu obat kemo datang. Untungnya di sini keterlambatan obat nggak sampai berbulan-bulan kayak di Batam. Hanya telat beberapa hari "saja".

“Bapak harus sudah berada disini paling lambat 3 hari sebelum hari H ya, Pak. Karena bapak harus ke poli dulu, minta surat rujukan untuk kemo dan untuk kamar rawat, cek darah dulu juga booking kamar dulu..” begitu kata petugas bagian kemo waktu kami datang kesana untuk tanya-tanya prosedur.

Demi mengingat sekolahnya Vales, kami pulang dulu ke Batam tanggal 28 Nov’15. Papa Valespun ikut karena nggak mau pisah sama dua gadis cantik pujaan hatinya.. :P

3 hari sebelum hari H, Papa Vales udah capcus dari Batam. Sendirian, karena nyonya nggak bisa ninggalin kantor pada akhir tahun dan harus berurusan dengan auditor.

Sampe di Padang beliau harus keliling nyari kost-kostan dulu, karena nggak mungkin langsung nginap di RS. Dapatlah kos-kostan amat sederhana, hanya ada kasur dan kipas angin dan wc berada di luar untuk digunakan bersama-sama. Padahal dia harus ke toilet minimal sejam sekali untuk BAK.

Ya, sudah. Itu sebagian dari perjuangan yang harus dilalui.

Kemo kedua tanggal 27 Desember, tapi sudah harus berangkat dari Batam sejak tanggal 22 karena libur panjang Natal. Mendaftar di bagian kemo dan booking kamar rawat. Setelah urusan RS aman, dia nyari hotel karena kost-kostan penuh (andai BPJS mau menanggung biaya hotel dan tiket pesawat, ya.... :P)

Kemo ketiga tanggal 12 Januari. Papa Vales berangkat tanggal 10 Januari ke Padang. Nggak dapat kost-kostan lagi dan tinggal di hotel lagi. Besoknya ngurus pendaftaran kemo di RS, eh..malah nggak dapat kamar.

Seperti biasa, setelah dapat surat rujukan dari dokter yang merawat untuk dibawa ke bagian kemoterapi dan ruang rawat, papa Vales harus berjuang mencari kamar sendiri. Keliling RS sebesar itu... 

Yang aku heran, apa RS provinsi, yg sebesar itu, nggak punya pesawat telpon untuk ngecek mana kamar kosong, ya? Apa nggak punya sistem di komputer? Atau memang nggak punya komputer? Kenapa harus pasien sendiri yang nyari-myari
kamar? 

“Iya, Pak.. Soalnya hanya ada 1 kamar di kelas 1 yang dipakai untuk pasien kemo. Kalau nggak di paviliun Teratai ya di Embun Pagi,” jawab petugas ketika papa Vales protes ke bagian admission.

“Saya nggak harus dirawat di kelas 1, di bangsal juga boleh. Tolonglah telpon bagian rawat, kelas atau bangsal nggak masalah buat saya. Yang penting saya besok kemo,” jelas papa Vales.

“Coba aja Bapak tanya langsung ke sana, ke bagian rawat inap”
“Di telpon aja emang nggak bisa? Saya udah capek ini keliling-keliling dari pagi..”

Dan hari itu, bagaimanapun, kamar untuk rawat inap tidak ada.... Entah kelas atau bangsal. Bahkan Papa Vales nggak masalah jika harus dirawat dan tidur di lorong RS. Nggak mungkin dia balik lagi ke Batam trus besoknya balik lagi ke Padang, kan?

Dari situlah akhirnya Papa Vales menyerah... Lelah dengan prosedur yang ada. Lelah dengan perjalanan jauh. Lelah mencari kost-kostan, lelah mencari kamar rawat..

“Udahlah, Ma..” aku dengar suaranya di telpon, suara marah, sedih dan putus asa..”papa nggak usah kemo lagi, papa capek. Apapun yang terjadi, terjadilah. Kecuali ada kemo di Batam, papa mau kemo lagi. Tapi kalau harus kesini lagi, papa malas..”

Tapi itu keputusan yang fatal... Yang selalu kusesali karena mengijinkan dia menyerah... Kenapa aku harus membiarkan dia menyerah? Kenapa aku ikut menyerah? :’(

2 komentar:

  1. kadang memang merasa lelah ya untuk berjuang
    lelah itu manusiawi mbak..

    semoga mbak dewi dan kakak vales diberi kekuatan dan ketabahan yang luar biasa untuk menerima kepergian papa vales

    BalasHapus

Yang cakep pasti komen, yang komen pasti cakep..

Tapi maaf ya, komentar nggak nyambung akan dihapus :)
Terima kasih...