Kosong

Aku mengangkat tangan, menyebut namaMu yang Agung, membaca ayat-ayat Mu yang suci, dan anganku segera melayang menembus awan, meluncur ke negeri hayal, berputar-putar mengelilingi buana, lalu hinggap di meja makan, pada sepiring kolak yang baru dua sendok menyusup ke dalam liku-liku lambungku, pada es buah yang memercikkan tetes-tetes embun di badan gelas.

Aku menunduk, memujimu, mengakui Engkaulah yang Tertinggi di seluruh alam raya dan segala isinya, atas segala yang nampak dan tidak, Engkulah Sang Raja. Dan aku semakin merendahkan diri, kepala dan telapak kaki samalah tinggi, serendah inilah aku dibanding Engkau, tak ada apa-apanya, tak bisa apa-apa tanpa seijin-Mu. Sekecil inilah aku, aku mengakui itu dengan seluruh jiwa ragaku, namun apa daya, disaat seperti inipun, kolak itu tetap tak beranjak dari kepalaku, dan setelah semua ini selesai, masih ada rendang ayam menunggu sentuhanku..nyamm...

Lalu, aku kembali berdiri, bagai sudah terprogram rapi, maka tubuhku tak memerlukan perintah otak lagi untuk melakukan ini. Karena aku sudah terlatih, minimal 5 kali sehari aku melakukannya semenjak umurku masih belia. Jadi tidak ada masalah, walau otakku tengah sibuk melanglang buana antahberantah, tetapi mulut dan lidahku tetap bisa membaca ayat-ayat suci-Mu dengan lancar, tubuhku menunduk dan bersujud tanpa ragu.

Dan disinilah aku sekarang, dihalaman belakang rumahku, membayangkan akan seperti apa nanti rumahku setelah renovasi, akan dimana letak kamarku dan dimana ruang untuk memuja dan beribadah padaMu. Apa nanti hiasan dinding ruang tamu, foto siapa yang akan kupajang di ruang tengah, cat warna apa yang cocok untuk dapur, berapa meter kitchen setnya..... Oh, aku ingin pinter masak tapi tetap cantik seperti Farah Quinn..

Lalu...

Aku tersadar... Astagfirullah... Rakaat ke berapakah ini?????

Aku berusaha mengingat, sepertinya rakaat ke tiga..yah, mungkin ketiga..ah, jangan-jangan udah keempat? Ya, ampuun.. Aku harus konsentrasi.

Aku menyebut nama Mu, membaca ayat-ayatMu, memujiMu ...... daaaaaan........... ...apa yang akan kumasak untuk makan sahur? Oh, iya.. ada kacang panjang. Lebih segar di tumis pake ikan teri dan cabe ijo yang diiris-iris.. Cabe ijonya mesti banyak biar pedas. Aha.... bakal lebih gres kalau ditambahin petei, dimasak setengah matang dan masih krenyes-krenyes.. lalu teman minumnya akan lebih yahud dengan teh manis anget... Segelas besar! ya..ya.. Bisa kubayangkan bila esok aku bicara dengan rekan kerja, atau bahkan atasan! Betapa serunya aroma petai yang dimakan saat sahur oleh orang yang berpuasa... ehemm...ehem...

Akhirnya, aku mengucap salam, kekiri dan kanan.... dan barulah aku tersadar, aku bagai seorang bodoh yang ingin membawa pulang air dari pancuran tapi menampungnya dengan ember yang sudah bocor disana-disini. Pastinya aku tidak mendapatkan apapun, datang dengan tangan kosong dan pulang tanpa membawa apa-apa. Aku tidak mendapatkan apapun dari shalatku. Hanya buang masa dan tenaga.

Beginilah aku, beginilah ibadahku.

Kosong!

Dan kelak aku akan berangkat ke padang mahsyar, dan hanya begini inilah bekalku..

hhhhhh....

Note: Gambar diambil dari sini. Thank you.