Senin, 22 November 2010

Untukmu agamamu dan untukku agamaku

Sabtu sore, gerimis mengantar dua orang pria memasuki halaman rumahku. Sepatu hitam mengkilat mereka dikotori becek-becekan bekas pak tukang ngaduk semen didepan pagar (pak tukang lagi ngobok-obok beberapa bagian rumahku - pen)

Pria yang satu masih muda dan guanteng, pria satunya lebih tua dan agak ganteng (ehem, lumayanlah - pen). Tujuan awal mereka menanyakan alamat rumah seseorang:

Tok tok tok! (gedor pintu)
Mamaku melenggok kedepan mbukain pintu, aku saat itu lagi tiduran di depan tipi sambil ngintip dari kaca jendela.

Pria Muda (PM) : Permisi, Buk. Mau numpang nanya (emang nanya boleh numpang? - pen)
Mamaku (MM)  : Iya
PM : Rumahnya Pak Hasibuan dimana ya, Bu?
MM : Ini disebelah. Tapi orangnya lagi nggak di rumah. Lagi kerja. Adeknya sih tadi ada...
PM : Oh, gitu ya Buk. Kira-kira pulangnya jam berapa ya, Buk?
MM: Biasanya sih, sekitar setengah delapan malam... masuk dulu aja, hujan di luar (mama seperti biasa ramah tamah - pen)

Si Pria Muda nan guanteng menoleh ke arah temannya yang berdiri diluar pagar, si Pria Lumayan Ganteng (PLG)  mendekat masuk ke halaman, mengangguk tersenyum pada si PM sambil menggamit lengannya mengajak masuk rumah.

PLG: Wah...terima kasih Ibu sudah mengijinkan kami masuk. Jadi kami nggak kehujanan... Terima kasih banyak (biasa aja kalee - pen)


MM : sama-sama...
PLG : Lagi mbangun ya, Buk (sambil memandang rumah yang berantakan dan halaman yang ancur-ancuran ditambah penghuni yang awut-awutan - pen)
MM : Iya... Hanya perbaikan dikit... (mama emang suka merendah, padahal kami lagi mbangun gedung bertingkat di belakang rumah - pen)

Aku menyajikan minuman kaleng dan ikut bergabung duduk di ruang tamu, misua ngekor di belakang.

PLG : Wah, terima kasih Mbak. Tapi maaf, kami buka satu aja ya Mbak. Soalnya saya nggak bisa minum banyak. Biasalah... Diabetes. Udah tua..hehehe..

(si PLG emang sepertinya lebih supel, sementara si PM hanya mingkem sambil sesekali tersenyum dan mengangguk. Mungkin dia menyesali kenapa gw udah keburu kawin kali ya..? - pen)

AKU: Waduh, sorri Mas, apa saya ganti teh manis anget aja kali ya... (oon emang datang tanpa diundang, orang udah dibilang dia diabetes kok malah ditawarin teh manis - pen)
PLG: Nggak usah, Mbak..hehehe.. ini aja cukup (dalam hati: bego amat ni orang)

Dia kemudian nanya-nanya saya asalnya dari mana, misua dari mana, kerja dimana, udah berapa lama, pernah ikut organisasi apa. Suka mbaca apa nggak, kalau suka, apa yang suka dibaca (lah, aku tersungging iki, seolah-olah aku ini suka membaca yang tak patut dibaca - pen)

PLG : Mbak, keluarga disini muslim pasti ya.
AKU: Iya, kami muslim.
PLG : Kalau kami bukan dari lima agama yang di akui negara kita, Mbak.
AKU : (Terkezzoott!) Jadi?
PLG : (Menyebutkan keyakinannya) Orang sini mungkin banyak yang nggak tau. Kami juga punya organisasi yang udah mendunia, lo Mbak. Kami juga mengumpulkan dana untuk kemanusiaan dsb. Kayak gempa di daerah Padang tahun lalu, itu anggota kami langsung menuju kesana loh. Nggak sampai 24 jam setelah bencana, sudah ada orang kami yang kesana. Ya kan? (menoleh ke temannya). Padahal disana kan mayoritas muslim, kan? Namanya membantu ya, Mbak ya, kita kan nggak harus memandang agama dan keyakinan orang. (Tapi tadi lo sendiri yang nyebutin - pen) Kayak sekarang nih, Mas, Mbak dan Ibu mau mengundang kami masuk ke rumah, menyuguhi minuman dan menyambut kami dengan baik, padahal kita nggak saling kenal, gitu kan ya? (ya iyalah, agama kami mewajibkan kami memuliakan tamu, nggak disebutin agama tamunya harus apa - pen)

Lalu dia bercerita panjang tentang agama yang di anutnya, tentang kejadian dunia, tentang Tuhan yang satu.

PLG : Kami juga meyakini bahwa Tuhan itu satu, Mbak. Esa. Sama seperti Islam. Dan bumi dg segala isinya dan kejadian2 yang kita alami itu memang sengaja diciptakan oleh Tuhan. Bukan kebetulan. (emang siapa juga yang bilang kebetulan? - pen)

PLG : Seperti binatang. Mereka diciptakan sesuai dengan kebutuhan mereka, dimana mereka hidup, apa yang mereka mangsa. Begitu. Ikan aja macam-macam bentuknya, Mbak. Bentuk siripnya macam-macam, gaya berenangnya macam-macam, bentuk mulutnya macam-macam..bla..bla...(tiba-tiba aku ingin tidur - pen)

PLG : Seperti petir. Takut petir, kan? Iyalah.. semua orang takut petir. Tapi kalau petir nggak ada, kita bisa mati lo. Mati. Iya lo. (diam sebentar, menatapku. Mungkin mengagumi kecantikanku, ehem! - pen) Kalau Mbak mau mbaca, semua ada disini... (mengeluarkan sesuatu dari tas besar yang dia bawa)

PLG : Ini buku tentang penciptaan dunia dan segala isinya, untuk internal kami sebenarnya. Tapi Mbak coba aja baca-baca. Kami memang begini, Mbak. Suka diskusi-diskusi. Memperkenalkan tentang keyakinan kami yang belum banyak dikenal orang (padahal katanya sudah mendunia - pen) Sebenarnya kami mau menjumpai Pak Hasibuan juga maksudnya ya begini ini, mengenalkan agama kami. Kalau beliau mau bergabung, silahkan.. Kalau nggak ya, itu hak beliau kan?

Hari semakin sore, sebenarnya aku cukup menyukai keramahannya, juga gayanya bercerita tapi aku kurang menyetujui tujuannya bercerita padaku dan keluarga.

Sepeninggal mereka berdua, aku membuka-buka buku tipis tersebut bersama misua. Isinya cukup bagus, nggak terang-terangan 'menawarkan' agama mereka sih. Mereka banyak bicara tentang ilmu pengetahuan dan kemudian mengkomper dg ayat-ayat alkitab mereka tentang itu. Itu aja, sih.

Ada hal-hal yang bisa diambil dan disimpan dalam hati, dijadikan tumpukan ilmu pengetahuan. Semakin banyak toh, semakin bagus.

Tapi ada hal-hal yang tidak bisa ditawar-tawar. Anda tidak bisa menawarkan jodoh pada wanita yang sudah bersuami dan mencintai suaminya dengan sepenuh hati, kan? Begitulah aku. Inilah agamaku, hidup dan matiku. Tak bisa kuganti. Dengannya aku lahir, bersamanya aku mati.

Mau tau firman Tuhanku ? :

Katakanlah: Wahai orang-orang yang menyangkal kebenaran!, Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak menyembah apa yang aku sembah, Dan aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu pun tidak akan menyembah apa yang aku sembah, Untukmu agamamu dan untukku agamaku!

13 komentar:

  1. ceritanya seru juga yah,,,,,ceritanya,,
    emang mereka bermaksud menawarkan agama mereka???

    BalasHapus
  2. @ Arall:
    Secara langsung sih enggak, secara nggak langsung ya begitulah yang kami tangkap. Mereka juga jelasin kok visi dan misi mereka. Yaitu menyebarluaskan agama mereka.

    BalasHapus
  3. Seru juga cerita nya mbak..

    salam kenal.. ^ ^

    BalasHapus
  4. jatohnya klu di terusin bisa debat kusir tuh :(

    BalasHapus
  5. semoga ga terpengaruh ya mbak...
    di dunia mungkin bisa selamat
    tapi diakhirat ga ada yang bisa nyelametin kecuali amal ibadah

    BalasHapus
  6. ada juga yang bentuk 'direct selling' agama door to door semacam itu ..
    wah salut buat mbak dan suami yang cukup bersabar menerima tamu dengan misi secanggih itu

    salam optimis

    BalasHapus
  7. @ Yulis Samoa:
    Salam kenal kembali, thanks udah berkunjung...

    @ Genial:
    Iya, makanya kami cuma banyak mendengar sambil tersenyum semanis mungkin, karena agama sangat privat dan kita nggak punya kapasitas untuk berdebat soal itu. Lagian mereka cukup halus sih, ya.. Nggak bikin emosi atau bikin tersinggung. Jadi kita nggak terprovokasi lah..

    @ bintangair:
    Insya Allah, Amiin...

    @ Hatta Syamsuddin:
    Bener, mereka juga jujur mengatakan maksudnya itu. Sebenarnya mereka cukup sopan, terpelajar dan halus. Jadi kita sabar-sabarin aja. Agak khawatir juga sih, bakal ada lagi tamu semacam ini. Mudah2 an nggak ada lagi deh... Duuhh..

    Salam kembali.. :)

    BalasHapus
  8. orang2 seperti mereka itu pantang menyerah... hati2, tetaplah menjaga iman kita - amin

    BalasHapus
  9. dapat propaganda ya... he..., setuju dgn pendapat mbak. Mereka masih dalam proses pencarian, masih mengambang, seperti sales yang masih ragu dengan dagangannya

    BalasHapus
  10. @ Warung ubuntu:
    Insya allah, amin..

    @ Story song:
    hehehe... iya, sampe nyodor-nyodorin dari rumah ke rumah.. Kasian juga..

    BalasHapus
  11. Loh kenapa yah komen gw waktu itu ga kepublish? Gw dah komen neh Mba di postingan ini :-(

    Bener Mba, yang judulnya agama ga bisa dijual-belikan. Dan biarlah kita hidup dengan agama kita, mereka juga begitu adanya. Yang penting saling menghargai

    BalasHapus
  12. @ Zulfadhli's Family:
    Kok bisa ilang ya? *ikutanbingung*

    Betul banget, setubuh, eh setuju 1000 persen!

    BalasHapus
  13. agama jg gak bisa dipaksakan, apa yg kita yakini harus diperjuangkan

    BalasHapus

Yang cakep pasti komen, yang komen pasti cakep..

Tapi maaf ya, komentar nggak nyambung akan dihapus :)
Terima kasih...