4th Anniversary

Alhamdulillah, hari ini, tanggal 15 April 2011, jam 10.15 wib, tepat 4 tahun sudah aku hidup bersamanya dibawah naungan pernikahan yang Insya Allah di redhoi Allah, orang tua dan keluarga.

Selama 4 tahun ini, aku harap dia tidak menyesal telah memilih aku untuk manjadi istrinya. Meskipun aku cerewet, suka nyalah-nyalahin dia, suka minta dipijitin sepulang kerja padahal dia juga capek, jarang masakin dia, suka komplenin perutnya yang makin maju tak gentar dengan cara-cara yang keji.

"Badan Mas udah kayak om-om. Baru juga 33 tahun. Gimana kalo udah umur 50? Ihhhh..."sambil ngelirik perutnya dengan pandangan tajam, setajam silet.

Atau begini:

"Sebelum nikah, BB Mas berapa?"

"Sekitar 64-65 kg"

"Sekarang? 80kg, ya? Iya? Ihhh... Dua tahun lagi gw gak mau lagi jalan bareng sama Mas. Ntar dibilang angka 10"

"Enggaklah... Nggak nyampe 80 lah. Baru 75kg, kok"

"Baru ??!!! Ihh.... Berarti ada niat nambahin lagi dong. Iya kan? Iya kan?"

Atau menyindir:

"Kenapa ya Mas, kebanyakan laki-laki jadi gendut kalo udah nikah? Kebanyakan perempuan malah jadi kurus? Kek kita berdua inih..."

Tapi dia selalu tersenyum, tidak pernah bicara padaku dengan nada suara melebihi tinggi nada 'Do', meski aku sering nyahut dengan nada suara 'Fa' *jangan sampai lebih tinggi lah* 

Kalo aku bilang:

"Mas, gw males masak. Makan mie instan aja, ya?"

Meski hatinya tersayat-sayat pedih, dia selalu menjawab dengan lembut:

"Iya, nggak apa-apa. Bikinin milo susu juga, biar kenyang"

"Milo susu-nya Mas aja yang bikin"

"Iya lah..." -- yang waras ngalah---

Lain waktu, kalau dia suruh bikin telor dadar, aku suka bilang:

"Capek, ah. Mas bikin aja sendiri ya?"

Meski hatinya pilu, lagi-lagi dia jawab sambil senyum:

"Iya lah.."

Sekali waktu, ketika aku lagi bikin kliping aneka resep masakan dari majalah, dia nanya sambil cengar-cengir:

"Kapan prakteknya Ma, kira-kira?"

Aku menatapnya sewot dengan bibir manyun dan posisi kaki siap dengan jurus cinglung:

"Ntar, kalo gw udah nggak kerja"

Kalo saja mertua-ku tau aku memperlakukan anaknya sekejam ini, pasti dia menyesal telah merelakan anaknya manikahi aku, yah?

Seringkali setelah mengeluarkan aksi jutek gitu, aku merasa menyesal setengah mati. Apalagi saat menatap wajahnya yang tengah tertidur lelap. Aku mencium pipinya sambil berbisik:

"Pa, maafin yah..." sambil berlinangan air mata. Kadang membuat dia terbangun dan berucap:

"Ngapa? Sok-sok mesra ah, mama...."

Aku pasti memukul perutnya sambil bilang:

"Tuh, kan! Kalo gw nggak minta maaf, ntar gw nggak masuk sorga. Kan se sholeh2 seorang wanita nggak kan masuk sorga kalo suaminya nggak redo ama dia, Mas. Gw kan takut!"

"Besok juga diulang lagi, ntar ajalah Mas maafin-nya"

"Kapan?"

"Kalo mama udah didepan pintu sorga" katanya sambil merangkulku.

Aku tau, dia suami yang baik, papa yang baik, anak yang baik dan menantu yang baik. Tuhan telah memberikan pria yang baik untukku. Aku berjanji tidak akan menyakitinya lagi dan mencintainya sepenuh hati. Meski badannya tinggi besar, kulitnya sewarna sawo kematengan, rambutnya gondrong sebahu, perutnya ndut,  dijadikan ancaman sama Ibu-ibu tetangga kalo anak-anak mereka nggak mau makan, toh, kalo bicara suaranya halus lembut kek suara anak kucing. Dan yang paling penting, dia sayang banget sama keluarga.

Papa ngelonin Vales atau sebaliknya??

Papa lagi motongin kuku Valeska

Semoga kami berdua bisa menjadi orang tua yang baik untuk diteladani oleh putri kami Valeska, bisa membimbing dan mengarahkan Vales ke jalan yang di redhoi Allah, hidup dalam kasih sayang-Nya, tidak melanggar perintah-Nya, dijauhkan dan dilindungi dari segala hal yang buruk sepanjang hidupnya. Semoga kami menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warrahmah, bahagia dunia dan akhirat. Amiiinnn..

*muluk banget nggak yah?*