Senin, 20 Februari 2012

Rumah Putih [bukan] White House

Ilustrasi minjam dari sini
Rumah itu berlantai dua, bercat putih dan berhalaman luas. Di halaman itu dulu kami suka bersepeda (sewaktu kecil) dan  bermain badminton (ketika remaja). Jika kau tiba di sana saat pagi hari, jangan segera masuk. Berdirilah di halaman, lihatlah cahaya matahari yang muncul dari punggung pucuk pinus di atas tebing belakang rumah yang lambat-lambat meniti merayapi bumbungan atap. Ketika menyentuh atap, cahayanya memantulkan banyak warna yang indah.


Lalu, pandanglah rumah itu...



Lantai satu adalah toko orang tuaku. Di teras toko akan kau lihat tiga buah kursi kayu yang panjang (jika masih ada), tempat kami sering menghabiskan waktu ngobrol bersama atau membaca buku di sana.


Masuk kedalam toko, di samping rak tempat memajang berbagai barang dagangan, ada sebuah meja makan dengan 6 kursi busa berwarna merah dan satu kursi kayu. Di kursi kayu itulah papaku sering duduk menghabiskan sore sambil minum teh panas dan menyedot asap rokok sambil menonton orang lalu lalang di depan tokonya, juga menonton kami bermain di halaman, mungkin sambil menghayalkan masa depan kelima anak-anaknya kelak :)


Yuk, kita lanjut...


Jika langkahmu telah mentok di meja makan, berbeloklah ke kanan sekitar 5 langkah, lalu tolehkan kepalamu ke kanan, akan kau lihat 8 anak tangga di sana. Tangga itu menuju kamar pribadi kedua orang tuaku. Seperti yang kau tau, kalau itu bersifat pribadi, tak perlulah kita ingin tau dan melangkah ke situ. Ayo kesini, baliklah badanmu dan langkahkan kakimu dua kali, lalu menolehlah ke kiri. Akan kau lihat ada 10 anak tangga (lagi) di situ. Tangga itu menuju ke sebuah ruangan besar, tempat aku dan ketiga kakak perempuan dan satu adik lelakiku menghabiskan malam-malam dengan belajar bersama, bergurau, bercanda, menyanyi, tidur, istirahat, tertawa , menangis, sakit, senang dan berbagai aktifitas saru seru lainnya...

Lihatlah jendela-jendela kaca itu, yang dulu sering kubersihkan dengan kertas koran. Aku sering menikmati matahari sore di bingkainya. Aku suka cahayanya menembus kaca dan menyentuh lembut ubun-ubunku.. Lihatlah lantai kayunya, dulu suka ku pel dengan cairan lilin, hingga mengkilat bersih..

Jika kau sudah bosan melihat-lihat lantai dua, turunlah ke bawah lewat tangga yang tadi, terus melangkah hingga kau temui sebuah pintu yang berhadapan dengan gudang. Dulu ruangan besar itu adalah sebuah gudang tembakau, tempat kakekku menyemayamkan daun tembakau sebelum di olah dan di suplai ke Medan. Oya, kakekku dulu adalah seorang juragan tembakau yang terkenal di kota kecil kami. Ketika orang tuaku menghuni rumah itu, gudang itu dijadikan tempat meletakkan barang dagangan dalam kategori pertanian. Seperti pupuk, racun tanaman dan lain-lain. Tak perlu kita masuk ke gudang itu lagi. Gudang itu sekarang pasti kosong dan gelap, dingin mencekam. Ayo kita memasuki pintu di seberang gudang.

Pintu itu akan membawa kita ke sebuah ruangan besar yang terdiri atas dapur dan kamar mandi. Di dapur ini dulu ada meja besar, tempat mama meletakkan barang belanjaannya. Di sudut sana, menempel ke dinding dekat tangga kamar mandi, adalah something like kitchen set, tempat mama menyimpan segala perlengkapan dapur. Di sebelahnya, membentuk leter 'L', adalah tempat kompor dan batu ulekan.

Seperti yang sudah kubilang, di sebelah something like kitchen set tadi ada dua buah anak tangga menuju kamar mandi. Nggak ada yang perlu kuceritakan tentang kamar mandi dengan bak yang sangat besar itu. Dia berfungsi sebagaimana fungsi kamar mandi di rumah siapapun. Tapi anak tangga itu berbeda. Di situ adalah tempat duduk adik lelakiku (satu-satunya) di senja hari, memetik gitar menemani mama memasak makan malam kami. Keempat kakak perempuannya menyanyi sambil melakukan aktifitas dapur; mengiris bawang, mengulek cabe, menggoyang penggorengan dan ada juga yang menyanyi tanpa melakukan apapun (pastinya itu akyu). Itu kegiatan dapur ketika kami sudah remaja. Tapi ketika kami masih kecil, tangga itu tempat duduk kakakku yang saat itu sudah ABG, semacam podium tempat dia bercerita tentang aktifitas dia hari itu. Siapa audiens-nya? Tentulah para wanita ayu itu; mamaku dan anak-anak perempuan lainnya! :P Sementara papa, aku dan adik bungsuku duduk manis di meja makan :D


Ketika papaku berpulang memenuhi panggilan-Nya pada bulan September 2005, kakakku sebagai penghuni terakhir meninggalkan rumah itu. Kini rumah itu bukan lagi tempat kami memadu kasih sayang. Kini rumah itu hanya tinggal kenangan. Setiap kali pulang kampung, aku pasti melewati rumah itu dengan hati nyeri. Rumah itu tak mungkin lagi kumasuki. Meski hatiku sangat ingin mengulang menikmati ribuan kenangan yang tertinggal di dalamnya, aku tak mungkin lagi ke sana.

Tapi...


Aku ingin pergi ke Mekah, Perancis, keliling benua Eropa, keliling Indonesia, tapi bila Una bertanya tempat mana yang paling ingin aku kunjungi saat ini, jawabannya adalah "Rumah itu. Rumah berlantai dua bercat putih (yang kini telah kusam) dan berhalaman luas, bekas rumah masa kecilku"

Di rumah itu kami membesar bersama, berlima. Di rumah itu kami bahagia. Di rumah itu kami pernah berduka. Aku kangen rumah itu. Aku kangen. Banget. Kangen banget. Melebihi rasa kangenku pada Keanu Reeves, mantan tunanganku yang unyu. Aku ingin ke sana. Mengenang masa lalu. Melepas rindu pada papaku... (Terakhir kali aku memasuki rumah itu pada tahun 2004, saat aku pulang untuk berlebaran bersama keluarga, saat itu juga saat terakhir aku jumpa papa, karena pada tahun berikutnya, ketika aku pulang, papaku tinggal pusara...)




Photobucket



100 komentar:

  1. kebayang banget sedihnya waktu lihta rumah itu yach...rumah penuh kenangan...mudah2an nanti kalo ada rejeki bisa beli rumah yang besar dan mirip seperti itu...aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dirimu tau banget ya... Aku emang pernah berfikir untuk membangun rumah semirip itu, tapi blom kesampaian..hiks.. Aku malah ingin membeli rumah itu beserta lahannya dan ku bangun ulang dengan sama persis :(

      Amiiinnn... Mudah-mudahan dikabulkan... *terharu*

      Hapus
  2. kok nggak bisa masuk lagi? memang sekarang rumah putihnya udah dijual yah mbak..?
    Btw judul posting kali ini langsung eye catching. karena kebetulan rumahku di aceh juga kami sebut rumah putih, malah di phonebook ku masih di save dgn nama white house.. hehe... tapi sayang rumah putih itu sudah hancur kena tsunami. bagian ruang tamunya bolong, akhirnya krn biaya membetulkannya sgt besar, dibongkar semua, pdhl itu rumah adat khas aceh. skrg yang tinggal rumah bangunan baru di belakangnya (yg tdk hancur krn dilindungi oleh si rumah putih). tapi nomor telpnya sampai skrg tetap aku save dgn nama white house hehe... :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rumah itu udah punya orang, Jeng. Orangnya nggak friendly dan mengerikan. Sayangnya aku nggak punya fotonya. Kalau tahun ini bisa pulkam, akan ku foto (niat banget)

      Jaman aku kecil, ketika catnya masih bagus dan bangunannya masih tegap, teman-temanku menyebutnya rumah putih, dari jauh udah keliatan.. :) *makinkangen*

      Hapus
    2. jangan lupa kalo pulkam foto rumahnya ya mbak....jadi ikutan penasaran :-)

      Hapus
    3. Insya Allah.. Mudah-mudahan tahun ini bisa pulang. Aku terakhir pulang tahun 2008 dan ngeliat rumah itu udah kusam nggak terawat :(

      Hapus
  3. rumah yang pastinya meninggalkan banyak kenangan yaaa... Semoga rumah itu akan selalu menginspirasi Jeng Dewi untuk menggapai cita-cita yang lebih tinggi, dan semoga terkabul keinginannya. Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak banget, aku tinggal di sana sejak aku tau dunia :)

      Amiiinn...

      Hapus
  4. hmm... saya kok jadi sedih ya baca tulisan mba dewi ini, kebayang rumah saya yg penuh kenangan itu

    BalasHapus
  5. Kak Dewi,,ceritanya terharu banget, dimana orang² pada mau ergi keluar tapi kak Dewi malah pingin kembali kerumah itu, dimana disana ada sebuah kenangan dan keindahan yang jauh lebih indah dari segalanya,,,

    Sukses ngontesya Kak, semoga berjaya di acaranya Una

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Rasanya berbeda Sof, pulang kampung ke rumah yang sekarang dengan pulang kampung ke rumah putih itu. Aku nggak punya feel dg rumah yang sekarang... Pulang kampung rasanya hambar...

      Tengkyu, Sof... :)

      Hapus
  6. Ouh, aku terharu, Jeng :cry: karena aku juga punya rumah kenangan masa kecil yang indah. Ah, biarlah bangunan itu tetap melekat di hati kita, karena yang terpenting adalah para penghuni dan segal asuka dukanya :D

    Sukses yooo.....

    BalasHapus
  7. Aaahhh...tapi rumah putih itu selalu ada di hati kan uni? *peluuuukkk*.

    BalasHapus
  8. Dewi ...
    This is very romantic ...
    Saya suka sekali bagaimana Dewi mendeskripsikan Rumah Putih tersebut ... langkah ... demi langkah ... meter demi meter ...

    Di benak saya terbentuk imajinasi ...
    sebuah rumah putih yang damai dan penuh cinta ...

    I like this Bu ...

    Salam saya

    (kecuali ... si keanu ituh ... kenapa sih dia musti muncul juga ... plis deh ...)
    hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahaha... dia kan my first love, Om..hihihi...

      Hapus
  9. wah rumah ituh keren yaa mbak dewi.. semuga bisa bangun rumah putih kyak gitu lagi :D

    BalasHapus
  10. Terharuuuu. Eh tapi aku masih gak bisa ngebayangin. Tangganya banyak gitu ya mbak @_@
    Sayang sekali yang punya sekarang gak friendly. Sabar ya mbak :(

    Segera kucatat ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asyyyiikk.. Akhirnya yang punya gawe datang juga. Deg-degan daku menunggu.

      Tangganya ada dua, satu ke kamar emakku, satunya ke ruangan multifungsi dan kamar tidur kami.

      Nggak friendly dan nggak asyik blas. menakutkan!

      Hapus
  11. wah...gambaran rumah yg nyaman dan adem buat anak2 didalamnya. emg udah dijual y mbak ??? sayang bgd ya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. nyaman dan aman.. Aku suka lokasinya dan suka suasana sekitarnya. Para tetangga juga asyik.. Nanti kan kubeli lagi tuh rumah.. amiin...

      Hapus
  12. sayangnya cuman gambaran doangg,,,saya kepengennn dehh lihatt gambarnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, tu dia... Sayang banget aku nggak punya fotonya. Ada sih, tapi di kampung, di simpan kakakku. Nanti ya.. Kalo pulkam ku foto lagi :D

      Hapus
  13. Wah sayang sekali rumahnya di tinggalkan tak terurus dan tak berpenghuni. Padahal banyak kenangan manis disana. Apa karena takut mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tak terurus emang bener, tapi nggak berpenghuni itu salah :)
      Ada kok penghuninya. Mereka pasangan muda punya anak satu dan ibu mertua. Cuma ketika saya pulkam 3 tahun lalu, rumah itu terlihat kusam dan halamannya banyak ditumbuhi rumput liar. Pintunya nggak pernah terbuka juga..

      Hapus
  14. ahh mbak dew, mengenang tempat indah yang dulu sering kita habiskan dengan orang2 tersayang, kadang memang bikin sedih yaa mbak.. membaca ini, dhe jadi teringat dengan rumah yang lama.. rumah kecil, rumah yang hanya ada 2 buah kamar dan 1 kamar mandi, rumah yang sudah menjadi saksi hidup saya selama 19 tahun lalu..

    semoga suatu saat bisa memasuki rumah itu lagi yaa mbak.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener, Dhe.. Akhir-akhir ini aku sering kangen dengan rumah itu.. :(
      Andai waktu bisa kembali.........

      Hapus
  15. Aku ikut sedih... karena punya pengalaman sama, Rumah dinas yg pernah kami tempati dulu sangat ingin kumasuki
    Udah ketok2 pagarnya, udah kasih Salam berulang2 tetap Aja nggak dibuka

    Aku jadi ingin tulis tenting ini juga, trims ya Dew

    BalasHapus
    Balasan
    1. Meski ingin sekali, tapi saya malah nggak berani datang ke bekas rumahku itu, Mbak.. Ngeri.......

      Ayo, Mbak. Kutunggu ceritamu.. :)

      Hapus
  16. keinginnya berpetualang sih maunya kemana aja ya bu, tpi yg namanya tmpat penuh kenangan indah di masa lalu, pasti tetap mnjadi suatu keinginan ingin merasakan kenangan itu hidup kembali dengan mengunjungi tmpat tersebut.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mab. Pengen banget ke sana lagi... Tempat itu tak tergantikan oleh ribuan tempat indah di dunia *lebay* :D

      Hapus
  17. indahnya kampung halaman
    lebaran pulang dooong, lihat rumah putih yg [katanya] udah sedikit kusam

    BalasHapus
    Balasan
    1. mudah-mudahan, Bang. Insya Allah tahun ini bisa pulang. amiin..

      Hapus
  18. Jadi teringat rumah yang kami tinggalkan di Medan dulu.
    Sedih ketika meninggalkannya. Apalagi ingat bagaimana jerih orang tua membangunnya. Untungnya dijual ke adik Mamak, jadi klo kangen ya tinggal ke sana. Wlo pun tentu sudah banyak perubahan ya :)

    Good luck di kontesnya Una ya mba Dewi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku kok nggak sanggup ya ke sana? Aneh kan? Kangen, tapi nggak sanggup ke sana. Ngeliat dari jauh aja aku gemetar.. :(

      Hapus
  19. hiks jadi kangen rumah pertama orangtuaku juga mbak, aku kadang ngintip di fb temanku karena ada penampakan rumahku sedikit

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo aku nggak punya sama-sekali fotonya. Di kampung mungkin ada.. Jadi nggak ada pelepas kangen :(

      Hapus
  20. cerita mbak Dewi mengingatkan saya waktu dulu dijakarta,seperti pengen bisa pulang kerumah.... saya juga salut sama mbak Dewi karena masih menyukai timpat tinggal sendiri,salam kenal ya!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tempat tinggal orang aja saya suka, apalagi tempat tinggal sendiri, Jeng :D

      Hapus
  21. postingan yang sangat menarik :)
    sangat bermanfaat.. ^_^
    keep posting yaa..

    ingin barang bekas lebih bermanfaat ?
    kunjungi website kami, dan mari kita beramal bersama.. :)

    BalasHapus
  22. your post is nice.. :)
    keep share yaa, ^^
    di tunggu postingan-postingan yang lainnya..

    jangan lupa juga kunjungi website dunia bola kami..
    terima kasih.. :)

    BalasHapus
  23. Setiap orang punya kenangan dimana tempat dia dibesarkan. Lalu setelah dewasa ingin kembali ke masa silam.
    *dima tu rumahnyo?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak ingin kembali ke masa silam juga sih.. Hanya ingin melihat rumah itu lagi..

      *Disono..

      Hapus
  24. wah kenangan yang indah ya, bersama rumah (ber cat) putih..

    BalasHapus
  25. jadi pengen ikutan bangun rumah spt yg mbak Dewi ceritakan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Modelnya petak aja kok. Macam kotak. Di dalamnya berliku-liku :D

      Hapus
  26. awalnya saya pingin komen konyol mbak... eh setelah terus membaca kok saya malah merinding ya... yah semoga secepatnya sampean bisa melepas kangen dengan rumah penuh nostalgia itu ya..

    eh salam nih buat Valeska...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha.. kok pake merinding sih, Kang? Sambil merinding kan bisa konyol juga :D

      Hapus
  27. meskipun rumash saya tidak putih,tapi setelah membaca artikel dari mbak dewi saya jadi sedih. Sedihna karena sudah lama saya tidak pulang kampung...(yeee...malah curcol)

    salam kenal mbak. Kalo berkenan kunjungi blog saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama, saya pulkam terakhir pada tahun 2008. Insya Allah, kalau ada rejeki tahun ini pulkam. Yuk, bareng... :)

      Hapus
  28. Wah, ternyata pilihan Una ga salah. Keren banget postingannya. Discribing place of past moment^^.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku malah lupa kalau hari ini pengumumannya :D Terima kasih sudah diingatkan, saya meluncur ke sana gara-gara baca komen Anda, Sob :)

      Hapus
  29. pasti rumahnya keren banget tuh , emang rumahnya udah dijual atau gimana ?
    trus ibunya kemana mbak ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rumahnya biasa aja. Sudah tua malah. Dibangun sebelum papaku lahir. Dulu, memang itu rumah mewah pada jamannya, karena yang punya adalah juragan tembakau (kakekku). Seperti biasa, rumah warisan kan banyak peminatnya, tentu harus ada yang ngalah, kan?

      Setelah aku menikah, Ibuku ku ajak ke sini (Bintan). Alhamdulillah punya rumah sendiri meski imut. Di kampungpun kami masih punya rumah (warisan) lain, juga sebuah rumah yang dibangun bapakku sebelum beliau berpulang. Jadi kalau pulkam, kami tidak ke White House lagi :)

      Sekian pidatonya, terima kasih... :D

      Hapus
    2. oh jadi harta gono gini nih urusannya , jadi pengen liat foto aslinya white house

      Hapus
  30. keren banget tuh rumahnya , pasti sedih banget ya kalo liat rumahnya,

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang keren tuh orangnya, Bro :D

      Sedih dan pilu :P

      Hapus
  31. yang sabar saja ya mbak???saya malahan kagum sama mbak bisa berdikari sendiri dan mencapai kesuksesan,salam kenal!!!

    BalasHapus
  32. mbak ceritanya sedih banget,,, saya jadi terharu ketika mbak mengingatkan akan kampung halaman yang begitu nyaman.

    BalasHapus
  33. Mengapa coba harus ada Keanu Reves nyaaaa ? Marai cemburu, mbok Keanu Haris ajah yang unyu... :p

    Pendiskripsiannya kereeeennn, Mbak. Bikin dirikyu terhanyut. Eh selamat ya Mbak, menang loh ini di GAnya Una...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebagaimana rumah putih, Mas Keanu adalah sebagian dari masa laluku, kadang nggak sengaja terbawa-bawa ke masa sekarang *tssaaahhh..

      Ada tho, yang lebih unyu? Kenalin dooonggg...

      hooh, menang. Nggak nyangka banget! Una khilaf nggak ya? Mudah-mudahan dia nggak berbubah fikiran :P

      Hapus
  34. Setuju sama Om Nh .. romantic dan mengharukan ..
    Inget rumahku di Ciamis jadinya hiks ... dulu putih juga sekarang dah berubah :(
    Semoga sukses di acara GAnya
    Salam hangat selalu :)

    BalasHapus
  35. aku dah ngira pst bakal menang mba dew :) dan ternyata betuuul, he..he.. selamat yach. km bs deskripsiin rmh masa kcl mba dgn baik.. ampe aku ikut terhanyut *opo to? pokoknya smoga Tuhan berkati yach,jd rmhnya suatu saat bs terbeli lg.

    BalasHapus
    Balasan
    1. amiiin...

      Tengkyu, Nit.. Maaf ya lama nggak sowan ke blog-mu. Udah 2 bulan ini aku nggak bewe. Sok sibuk pastinya.. :)

      Hapus
  36. rumahnya baguus... tapi rumah impian saya bukan seperti itu... terimakasih...

    BalasHapus
  37. Wah pendeskripsian rumahnya bagus mbak...meski aku nggak pernah lihat tapi kayaknya kebayang deh ruang-ruangnya... Selamat ya mbak jadi pemenang GA ^^d

    BalasHapus
  38. udah kebayang deh rumah rumahnya serapih dan sebagus apa , makasih ya buat sharenya

    BalasHapus
  39. Mbak Dewi cantik banget ya!!!saya jadi teringat sama bibi saya yang di bogor,cerita mbak dewi diatas seakan-akan menunjukan kasih sayang yang begitu dalem terharap tempat tinggal,kengen banget ya???salam kenal...

    BalasHapus
  40. memang rada2 sedih ngebacanya...tapi yang pasti kalau Mba dewi masih di rumah itu, langkah bang pendi akan menuju meja makan. sudah, mentok aja disitu..lalu teriak " mana makanannya...!? laper nih...hehe

    BalasHapus
  41. mbak dewi ko tidak kabar???saya ko gak dikomen,,, cerita diatas sungguh menarik buat kehidupan sehari-hari,dimana ketika kita berada bukan kampung halaman sebenernya malah teringat sama kampung halaman sendiri,salam kenal mbak dewi.))

    BalasHapus
  42. Ohh..kok aku belom komen di mari ya..
    kemana aja sih eike..*oiya Pc rusak di rumah 2 minggu bo*

    Pantesan Menang,setuju banget sama pilihan Una..

    Aku sedih banget baca tulisanmu Jenk..
    Sekarang rumah putih itu tinggal kenangan ya..

    BalasHapus
  43. Ngemenk..ngemenk kemana aja Jenk..
    Ga pernah kliatan Bewe..
    tau lah pasti malas ato sibuk..
    bener kan..bener kan??

    Ayo Smangat..!!
    banyak kontes menunggu tuh..!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lagi pindahan kantor, Jeng... Tape deeeh.... Lelah jiwa dan ragaku :D

      Hapus
    2. jadi pengen punya rumah kaya gitu mba... " white house"..


      heheheehh.....

      salam

      Hapus
  44. jadi inget white house di amerika deh .
    lebih bagus yang mana mbak dew ?
    makasih ya buat sahrenya ,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kapan Bisa KE sana nya Juga, Insya Allah Pasti Bisa

      Hapus
  45. Tiap sudut rumah membawa kepada sebuah kenangan episoda masa lalu

    BalasHapus
  46. iyaaaa.. bundo paham kok kangennya kayak gimana.
    jangankan rumah masa kecil, kantor yang hanya kita huni 3 tahun saja terasa perih saat harus kita tinggalkan.

    Nanti klo ada rezki, valeska beli rumah itu buat mama.. amiiin.

    BalasHapus
  47. siapa yang tidak suka kampung halaman sendiri???salam kenal teh Dewi,,!soal rumah biarlah yang dirindukan akan segenap menghilang,paling penting'kan teh Dewi baik-baik saja amin...

    BalasHapus
  48. mengalir banget dew ceritanya...


    kunjungan pertama
    salam kenal dan follow balik juga
    Revolusi Galau

    BalasHapus
  49. duh sedihnya kak baca ini. masih bersyukur rumahnya masih ada, kenangannya tersimpan rapi di rumah itu. kalau saya rumah dulu kami sekeluarga tempati, bersama ke-4 kakak saya dan orangtua tentunya, sekarang sudah tidak ada. sudah tergusur oleh projek pembangunan jembatan pasupati di Bandung

    kenangan nya sudah dikubur bersama tanah. hanya bisa bisa di kenang oleh hati dan pikiran :D

    BalasHapus
  50. hemmh,,pasti sedih banget deh,,,karena itu rumah yang meninggalkan kenangan,,sabar ya mbak,,,yang penting kenangan indahnya jangan samapi hilang,,^_^

    BalasHapus
  51. jeng dewi semoga ke inginan jeng dewi tercapai ingin membangun rumah putih ituh aminn,,
    saya do'akan ya jeng dewi,..

    BalasHapus
  52. jadi pengen pulang, hiks.

    BalasHapus
  53. kenangan itu emang indah banget , apalagi bersama orang yang terkasih .

    BalasHapus
  54. gedung putih juga itu namanya jeng :D

    BalasHapus
  55. ingak-inguk.. masih belum ada yang baru mbak? apakah sedang berkunjung ke rumah putih itu?

    BalasHapus
  56. kanget banget ya mbak??
    jadi ikutan sedih juga hiks...

    BalasHapus
  57. setelah baca artikel di atas saya juga ikutan sedih mbak,tapi sedikit pemahaman saya ketika saya baca artikel mbak yang begitu kangen sama timpal tinggal sendiri,,, salam kenal!!!semoga sehat selalu amin.

    BalasHapus
  58. mbak dewi saya terharu baca posting nya,, hiks
    sperti saya mengalaminya sendiri.. :"(

    BalasHapus
  59. jadi terharu deh baca posting tentang rumah putih itu , jadi inget sesuatu deh mbak ;((

    BalasHapus

Yang cakep pasti komen, yang komen pasti cakep..

Tapi maaf ya, komentar nggak nyambung akan dihapus :)
Terima kasih...