Ilustrasi minjam dari sini |
Lalu, pandanglah rumah itu...
Lantai satu adalah toko orang tuaku. Di teras toko akan kau lihat tiga buah kursi kayu yang panjang (jika masih ada), tempat kami sering menghabiskan waktu ngobrol bersama atau membaca buku di sana.
Masuk kedalam toko, di samping rak tempat memajang berbagai barang dagangan, ada sebuah meja makan dengan 6 kursi busa berwarna merah dan satu kursi kayu. Di kursi kayu itulah papaku sering duduk menghabiskan sore sambil minum teh panas dan menyedot asap rokok sambil menonton orang lalu lalang di depan tokonya, juga menonton kami bermain di halaman, mungkin sambil menghayalkan masa depan kelima anak-anaknya kelak :)
Yuk, kita lanjut...
Jika langkahmu telah mentok di meja makan, berbeloklah ke kanan sekitar 5 langkah, lalu tolehkan kepalamu ke kanan, akan kau lihat 8 anak tangga di sana. Tangga itu menuju kamar pribadi kedua orang tuaku. Seperti yang kau tau, kalau itu bersifat pribadi, tak perlulah kita ingin tau dan melangkah ke situ. Ayo kesini, baliklah badanmu dan langkahkan kakimu dua kali, lalu menolehlah ke kiri. Akan kau lihat ada 10 anak tangga (lagi) di situ. Tangga itu menuju ke sebuah ruangan besar, tempat aku dan ketiga kakak perempuan dan satu adik lelakiku menghabiskan malam-malam dengan belajar bersama, bergurau, bercanda, menyanyi, tidur, istirahat, tertawa , menangis, sakit, senang dan berbagai aktifitas saru seru lainnya...
Lihatlah jendela-jendela kaca itu, yang dulu sering kubersihkan dengan kertas koran. Aku sering menikmati matahari sore di bingkainya. Aku suka cahayanya menembus kaca dan menyentuh lembut ubun-ubunku.. Lihatlah lantai kayunya, dulu suka ku pel dengan cairan lilin, hingga mengkilat bersih..
Jika kau sudah bosan melihat-lihat lantai dua, turunlah ke bawah lewat tangga yang tadi, terus melangkah hingga kau temui sebuah pintu yang berhadapan dengan gudang. Dulu ruangan besar itu adalah sebuah gudang tembakau, tempat kakekku menyemayamkan daun tembakau sebelum di olah dan di suplai ke Medan. Oya, kakekku dulu adalah seorang juragan tembakau yang terkenal di kota kecil kami. Ketika orang tuaku menghuni rumah itu, gudang itu dijadikan tempat meletakkan barang dagangan dalam kategori pertanian. Seperti pupuk, racun tanaman dan lain-lain. Tak perlu kita masuk ke gudang itu lagi. Gudang itu sekarang pasti kosong dan gelap, dingin mencekam. Ayo kita memasuki pintu di seberang gudang.
Pintu itu akan membawa kita ke sebuah ruangan besar yang terdiri atas dapur dan kamar mandi. Di dapur ini dulu ada meja besar, tempat mama meletakkan barang belanjaannya. Di sudut sana, menempel ke dinding dekat tangga kamar mandi, adalah something like kitchen set, tempat mama menyimpan segala perlengkapan dapur. Di sebelahnya, membentuk leter 'L', adalah tempat kompor dan batu ulekan.
Seperti yang sudah kubilang, di sebelah something like kitchen set tadi ada dua buah anak tangga menuju kamar mandi. Nggak ada yang perlu kuceritakan tentang kamar mandi dengan bak yang sangat besar itu. Dia berfungsi sebagaimana fungsi kamar mandi di rumah siapapun. Tapi anak tangga itu berbeda. Di situ adalah tempat duduk adik lelakiku (satu-satunya) di senja hari, memetik gitar menemani mama memasak makan malam kami. Keempat kakak perempuannya menyanyi sambil melakukan aktifitas dapur; mengiris bawang, mengulek cabe, menggoyang penggorengan dan ada juga yang menyanyi tanpa melakukan apapun (pastinya itu akyu). Itu kegiatan dapur ketika kami sudah remaja. Tapi ketika kami masih kecil, tangga itu tempat duduk kakakku yang saat itu sudah ABG, semacam podium tempat dia bercerita tentang aktifitas dia hari itu. Siapa audiens-nya? Tentulah para wanita ayu itu; mamaku dan anak-anak perempuan lainnya! :P Sementara papa, aku dan adik bungsuku duduk manis di meja makan :D
Ketika papaku berpulang memenuhi panggilan-Nya pada bulan September 2005, kakakku sebagai penghuni terakhir meninggalkan rumah itu. Kini rumah itu bukan lagi tempat kami memadu kasih sayang. Kini rumah itu hanya tinggal kenangan. Setiap kali pulang kampung, aku pasti melewati rumah itu dengan hati nyeri. Rumah itu tak mungkin lagi kumasuki. Meski hatiku sangat ingin mengulang menikmati ribuan kenangan yang tertinggal di dalamnya, aku tak mungkin lagi ke sana.
Tapi...
Aku ingin pergi ke Mekah, Perancis, keliling benua Eropa, keliling Indonesia, tapi bila Una bertanya tempat mana yang paling ingin aku kunjungi saat ini, jawabannya adalah "Rumah itu. Rumah berlantai dua bercat putih (yang kini telah kusam) dan berhalaman luas, bekas rumah masa kecilku"
Di rumah itu kami membesar bersama, berlima. Di rumah itu kami bahagia. Di rumah itu kami pernah berduka. Aku kangen rumah itu. Aku kangen. Banget. Kangen banget. Melebihi rasa kangenku pada Keanu Reeves, mantan tunanganku yang unyu. Aku ingin ke sana. Mengenang masa lalu. Melepas rindu pada papaku... (Terakhir kali aku memasuki rumah itu pada tahun 2004, saat aku pulang untuk berlebaran bersama keluarga, saat itu juga saat terakhir aku jumpa papa, karena pada tahun berikutnya, ketika aku pulang, papaku tinggal pusara...)
kebayang banget sedihnya waktu lihta rumah itu yach...rumah penuh kenangan...mudah2an nanti kalo ada rejeki bisa beli rumah yang besar dan mirip seperti itu...aamiin
BalasHapusDirimu tau banget ya... Aku emang pernah berfikir untuk membangun rumah semirip itu, tapi blom kesampaian..hiks.. Aku malah ingin membeli rumah itu beserta lahannya dan ku bangun ulang dengan sama persis :(
HapusAmiiinnn... Mudah-mudahan dikabulkan... *terharu*
kok nggak bisa masuk lagi? memang sekarang rumah putihnya udah dijual yah mbak..?
BalasHapusBtw judul posting kali ini langsung eye catching. karena kebetulan rumahku di aceh juga kami sebut rumah putih, malah di phonebook ku masih di save dgn nama white house.. hehe... tapi sayang rumah putih itu sudah hancur kena tsunami. bagian ruang tamunya bolong, akhirnya krn biaya membetulkannya sgt besar, dibongkar semua, pdhl itu rumah adat khas aceh. skrg yang tinggal rumah bangunan baru di belakangnya (yg tdk hancur krn dilindungi oleh si rumah putih). tapi nomor telpnya sampai skrg tetap aku save dgn nama white house hehe... :-)
Rumah itu udah punya orang, Jeng. Orangnya nggak friendly dan mengerikan. Sayangnya aku nggak punya fotonya. Kalau tahun ini bisa pulkam, akan ku foto (niat banget)
HapusJaman aku kecil, ketika catnya masih bagus dan bangunannya masih tegap, teman-temanku menyebutnya rumah putih, dari jauh udah keliatan.. :) *makinkangen*
jangan lupa kalo pulkam foto rumahnya ya mbak....jadi ikutan penasaran :-)
HapusInsya Allah.. Mudah-mudahan tahun ini bisa pulang. Aku terakhir pulang tahun 2008 dan ngeliat rumah itu udah kusam nggak terawat :(
Hapusrumah yang pastinya meninggalkan banyak kenangan yaaa... Semoga rumah itu akan selalu menginspirasi Jeng Dewi untuk menggapai cita-cita yang lebih tinggi, dan semoga terkabul keinginannya. Aamiin
BalasHapusBanyak banget, aku tinggal di sana sejak aku tau dunia :)
HapusAmiiinn...
hmm... saya kok jadi sedih ya baca tulisan mba dewi ini, kebayang rumah saya yg penuh kenangan itu
BalasHapusAku juga sedih menuliskannya, Mbak... :(
HapusKak Dewi,,ceritanya terharu banget, dimana orang² pada mau ergi keluar tapi kak Dewi malah pingin kembali kerumah itu, dimana disana ada sebuah kenangan dan keindahan yang jauh lebih indah dari segalanya,,,
BalasHapusSukses ngontesya Kak, semoga berjaya di acaranya Una
Iya. Rasanya berbeda Sof, pulang kampung ke rumah yang sekarang dengan pulang kampung ke rumah putih itu. Aku nggak punya feel dg rumah yang sekarang... Pulang kampung rasanya hambar...
HapusTengkyu, Sof... :)
Ouh, aku terharu, Jeng :cry: karena aku juga punya rumah kenangan masa kecil yang indah. Ah, biarlah bangunan itu tetap melekat di hati kita, karena yang terpenting adalah para penghuni dan segal asuka dukanya :D
BalasHapusSukses yooo.....
Bener, Mbak...
HapusSiipp..!
Aaahhh...tapi rumah putih itu selalu ada di hati kan uni? *peluuuukkk*.
BalasHapusAlways, forever... :)
HapusDewi ...
BalasHapusThis is very romantic ...
Saya suka sekali bagaimana Dewi mendeskripsikan Rumah Putih tersebut ... langkah ... demi langkah ... meter demi meter ...
Di benak saya terbentuk imajinasi ...
sebuah rumah putih yang damai dan penuh cinta ...
I like this Bu ...
Salam saya
(kecuali ... si keanu ituh ... kenapa sih dia musti muncul juga ... plis deh ...)
hahaha
hahahaha... dia kan my first love, Om..hihihi...
Hapuswah rumah ituh keren yaa mbak dewi.. semuga bisa bangun rumah putih kyak gitu lagi :D
BalasHapusKeren sekaleeehh...
HapusThanks, Niar... :)
Terharuuuu. Eh tapi aku masih gak bisa ngebayangin. Tangganya banyak gitu ya mbak @_@
BalasHapusSayang sekali yang punya sekarang gak friendly. Sabar ya mbak :(
Segera kucatat ^^
Asyyyiikk.. Akhirnya yang punya gawe datang juga. Deg-degan daku menunggu.
HapusTangganya ada dua, satu ke kamar emakku, satunya ke ruangan multifungsi dan kamar tidur kami.
Nggak friendly dan nggak asyik blas. menakutkan!
wah...gambaran rumah yg nyaman dan adem buat anak2 didalamnya. emg udah dijual y mbak ??? sayang bgd ya....
BalasHapusnyaman dan aman.. Aku suka lokasinya dan suka suasana sekitarnya. Para tetangga juga asyik.. Nanti kan kubeli lagi tuh rumah.. amiin...
Hapussayangnya cuman gambaran doangg,,,saya kepengennn dehh lihatt gambarnya
BalasHapusNah, tu dia... Sayang banget aku nggak punya fotonya. Ada sih, tapi di kampung, di simpan kakakku. Nanti ya.. Kalo pulkam ku foto lagi :D
HapusWah sayang sekali rumahnya di tinggalkan tak terurus dan tak berpenghuni. Padahal banyak kenangan manis disana. Apa karena takut mbak?
BalasHapusTak terurus emang bener, tapi nggak berpenghuni itu salah :)
HapusAda kok penghuninya. Mereka pasangan muda punya anak satu dan ibu mertua. Cuma ketika saya pulkam 3 tahun lalu, rumah itu terlihat kusam dan halamannya banyak ditumbuhi rumput liar. Pintunya nggak pernah terbuka juga..
ahh mbak dew, mengenang tempat indah yang dulu sering kita habiskan dengan orang2 tersayang, kadang memang bikin sedih yaa mbak.. membaca ini, dhe jadi teringat dengan rumah yang lama.. rumah kecil, rumah yang hanya ada 2 buah kamar dan 1 kamar mandi, rumah yang sudah menjadi saksi hidup saya selama 19 tahun lalu..
BalasHapussemoga suatu saat bisa memasuki rumah itu lagi yaa mbak.. :)
Bener, Dhe.. Akhir-akhir ini aku sering kangen dengan rumah itu.. :(
HapusAndai waktu bisa kembali.........
Aku ikut sedih... karena punya pengalaman sama, Rumah dinas yg pernah kami tempati dulu sangat ingin kumasuki
BalasHapusUdah ketok2 pagarnya, udah kasih Salam berulang2 tetap Aja nggak dibuka
Aku jadi ingin tulis tenting ini juga, trims ya Dew
Meski ingin sekali, tapi saya malah nggak berani datang ke bekas rumahku itu, Mbak.. Ngeri.......
HapusAyo, Mbak. Kutunggu ceritamu.. :)
keinginnya berpetualang sih maunya kemana aja ya bu, tpi yg namanya tmpat penuh kenangan indah di masa lalu, pasti tetap mnjadi suatu keinginan ingin merasakan kenangan itu hidup kembali dengan mengunjungi tmpat tersebut.
BalasHapusBetul, Mab. Pengen banget ke sana lagi... Tempat itu tak tergantikan oleh ribuan tempat indah di dunia *lebay* :D
Hapusindahnya kampung halaman
BalasHapuslebaran pulang dooong, lihat rumah putih yg [katanya] udah sedikit kusam
mudah-mudahan, Bang. Insya Allah tahun ini bisa pulang. amiin..
HapusJadi teringat rumah yang kami tinggalkan di Medan dulu.
BalasHapusSedih ketika meninggalkannya. Apalagi ingat bagaimana jerih orang tua membangunnya. Untungnya dijual ke adik Mamak, jadi klo kangen ya tinggal ke sana. Wlo pun tentu sudah banyak perubahan ya :)
Good luck di kontesnya Una ya mba Dewi.
Aku kok nggak sanggup ya ke sana? Aneh kan? Kangen, tapi nggak sanggup ke sana. Ngeliat dari jauh aja aku gemetar.. :(
Hapushiks jadi kangen rumah pertama orangtuaku juga mbak, aku kadang ngintip di fb temanku karena ada penampakan rumahku sedikit
BalasHapusKalo aku nggak punya sama-sekali fotonya. Di kampung mungkin ada.. Jadi nggak ada pelepas kangen :(
Hapuscerita mbak Dewi mengingatkan saya waktu dulu dijakarta,seperti pengen bisa pulang kerumah.... saya juga salut sama mbak Dewi karena masih menyukai timpat tinggal sendiri,salam kenal ya!!!
BalasHapusTempat tinggal orang aja saya suka, apalagi tempat tinggal sendiri, Jeng :D
Hapuspostingan yang sangat menarik :)
BalasHapussangat bermanfaat.. ^_^
keep posting yaa..
ingin barang bekas lebih bermanfaat ?
kunjungi website kami, dan mari kita beramal bersama.. :)
Insya allah, Mas..
Hapusyour post is nice.. :)
BalasHapuskeep share yaa, ^^
di tunggu postingan-postingan yang lainnya..
jangan lupa juga kunjungi website dunia bola kami..
terima kasih.. :)
Setiap orang punya kenangan dimana tempat dia dibesarkan. Lalu setelah dewasa ingin kembali ke masa silam.
BalasHapus*dima tu rumahnyo?
Nggak ingin kembali ke masa silam juga sih.. Hanya ingin melihat rumah itu lagi..
Hapus*Disono..
wah kenangan yang indah ya, bersama rumah (ber cat) putih..
BalasHapusho-oh..
Hapusjadi pengen ikutan bangun rumah spt yg mbak Dewi ceritakan :D
BalasHapusModelnya petak aja kok. Macam kotak. Di dalamnya berliku-liku :D
Hapusawalnya saya pingin komen konyol mbak... eh setelah terus membaca kok saya malah merinding ya... yah semoga secepatnya sampean bisa melepas kangen dengan rumah penuh nostalgia itu ya..
BalasHapuseh salam nih buat Valeska...
hahaha.. kok pake merinding sih, Kang? Sambil merinding kan bisa konyol juga :D
Hapusmeskipun rumash saya tidak putih,tapi setelah membaca artikel dari mbak dewi saya jadi sedih. Sedihna karena sudah lama saya tidak pulang kampung...(yeee...malah curcol)
BalasHapussalam kenal mbak. Kalo berkenan kunjungi blog saya
Sama, saya pulkam terakhir pada tahun 2008. Insya Allah, kalau ada rejeki tahun ini pulkam. Yuk, bareng... :)
HapusWah, ternyata pilihan Una ga salah. Keren banget postingannya. Discribing place of past moment^^.
BalasHapusAku malah lupa kalau hari ini pengumumannya :D Terima kasih sudah diingatkan, saya meluncur ke sana gara-gara baca komen Anda, Sob :)
Hapuspasti rumahnya keren banget tuh , emang rumahnya udah dijual atau gimana ?
BalasHapustrus ibunya kemana mbak ?
Rumahnya biasa aja. Sudah tua malah. Dibangun sebelum papaku lahir. Dulu, memang itu rumah mewah pada jamannya, karena yang punya adalah juragan tembakau (kakekku). Seperti biasa, rumah warisan kan banyak peminatnya, tentu harus ada yang ngalah, kan?
HapusSetelah aku menikah, Ibuku ku ajak ke sini (Bintan). Alhamdulillah punya rumah sendiri meski imut. Di kampungpun kami masih punya rumah (warisan) lain, juga sebuah rumah yang dibangun bapakku sebelum beliau berpulang. Jadi kalau pulkam, kami tidak ke White House lagi :)
Sekian pidatonya, terima kasih... :D
oh jadi harta gono gini nih urusannya , jadi pengen liat foto aslinya white house
Hapuskeren banget tuh rumahnya , pasti sedih banget ya kalo liat rumahnya,
BalasHapusyang keren tuh orangnya, Bro :D
HapusSedih dan pilu :P
yang sabar saja ya mbak???saya malahan kagum sama mbak bisa berdikari sendiri dan mencapai kesuksesan,salam kenal!!!
BalasHapusAmiiinnn...
HapusSalam kenal kembali :)
mbak ceritanya sedih banget,,, saya jadi terharu ketika mbak mengingatkan akan kampung halaman yang begitu nyaman.
BalasHapus*tos*
HapusSaya juga terharu.. :(
Mengapa coba harus ada Keanu Reves nyaaaa ? Marai cemburu, mbok Keanu Haris ajah yang unyu... :p
BalasHapusPendiskripsiannya kereeeennn, Mbak. Bikin dirikyu terhanyut. Eh selamat ya Mbak, menang loh ini di GAnya Una...
Sebagaimana rumah putih, Mas Keanu adalah sebagian dari masa laluku, kadang nggak sengaja terbawa-bawa ke masa sekarang *tssaaahhh..
HapusAda tho, yang lebih unyu? Kenalin dooonggg...
hooh, menang. Nggak nyangka banget! Una khilaf nggak ya? Mudah-mudahan dia nggak berbubah fikiran :P
Setuju sama Om Nh .. romantic dan mengharukan ..
BalasHapusInget rumahku di Ciamis jadinya hiks ... dulu putih juga sekarang dah berubah :(
Semoga sukses di acara GAnya
Salam hangat selalu :)
Makasih, Kang...
HapusSalam hangat kembali :)
aku dah ngira pst bakal menang mba dew :) dan ternyata betuuul, he..he.. selamat yach. km bs deskripsiin rmh masa kcl mba dgn baik.. ampe aku ikut terhanyut *opo to? pokoknya smoga Tuhan berkati yach,jd rmhnya suatu saat bs terbeli lg.
BalasHapusamiiin...
HapusTengkyu, Nit.. Maaf ya lama nggak sowan ke blog-mu. Udah 2 bulan ini aku nggak bewe. Sok sibuk pastinya.. :)
rumahnya baguus... tapi rumah impian saya bukan seperti itu... terimakasih...
BalasHapusWah pendeskripsian rumahnya bagus mbak...meski aku nggak pernah lihat tapi kayaknya kebayang deh ruang-ruangnya... Selamat ya mbak jadi pemenang GA ^^d
BalasHapusudah kebayang deh rumah rumahnya serapih dan sebagus apa , makasih ya buat sharenya
BalasHapusMbak Dewi cantik banget ya!!!saya jadi teringat sama bibi saya yang di bogor,cerita mbak dewi diatas seakan-akan menunjukan kasih sayang yang begitu dalem terharap tempat tinggal,kengen banget ya???salam kenal...
BalasHapushiks, sedih mbak aku bacanya :(
BalasHapusmemang rada2 sedih ngebacanya...tapi yang pasti kalau Mba dewi masih di rumah itu, langkah bang pendi akan menuju meja makan. sudah, mentok aja disitu..lalu teriak " mana makanannya...!? laper nih...hehe
BalasHapusmbak dewi ko tidak kabar???saya ko gak dikomen,,, cerita diatas sungguh menarik buat kehidupan sehari-hari,dimana ketika kita berada bukan kampung halaman sebenernya malah teringat sama kampung halaman sendiri,salam kenal mbak dewi.))
BalasHapusOhh..kok aku belom komen di mari ya..
BalasHapuskemana aja sih eike..*oiya Pc rusak di rumah 2 minggu bo*
Pantesan Menang,setuju banget sama pilihan Una..
Aku sedih banget baca tulisanmu Jenk..
Sekarang rumah putih itu tinggal kenangan ya..
Ngemenk..ngemenk kemana aja Jenk..
BalasHapusGa pernah kliatan Bewe..
tau lah pasti malas ato sibuk..
bener kan..bener kan??
Ayo Smangat..!!
banyak kontes menunggu tuh..!!
Lagi pindahan kantor, Jeng... Tape deeeh.... Lelah jiwa dan ragaku :D
Hapusjadi pengen punya rumah kaya gitu mba... " white house"..
Hapusheheheehh.....
salam
jadi inget white house di amerika deh .
BalasHapuslebih bagus yang mana mbak dew ?
makasih ya buat sahrenya ,
Kapan Bisa KE sana nya Juga, Insya Allah Pasti Bisa
HapusTiap sudut rumah membawa kepada sebuah kenangan episoda masa lalu
BalasHapusiyaaaa.. bundo paham kok kangennya kayak gimana.
BalasHapusjangankan rumah masa kecil, kantor yang hanya kita huni 3 tahun saja terasa perih saat harus kita tinggalkan.
Nanti klo ada rezki, valeska beli rumah itu buat mama.. amiiin.
siapa yang tidak suka kampung halaman sendiri???salam kenal teh Dewi,,!soal rumah biarlah yang dirindukan akan segenap menghilang,paling penting'kan teh Dewi baik-baik saja amin...
BalasHapusmengalir banget dew ceritanya...
BalasHapuskunjungan pertama
salam kenal dan follow balik juga
Revolusi Galau
duh sedihnya kak baca ini. masih bersyukur rumahnya masih ada, kenangannya tersimpan rapi di rumah itu. kalau saya rumah dulu kami sekeluarga tempati, bersama ke-4 kakak saya dan orangtua tentunya, sekarang sudah tidak ada. sudah tergusur oleh projek pembangunan jembatan pasupati di Bandung
BalasHapuskenangan nya sudah dikubur bersama tanah. hanya bisa bisa di kenang oleh hati dan pikiran :D
hemmh,,pasti sedih banget deh,,,karena itu rumah yang meninggalkan kenangan,,sabar ya mbak,,,yang penting kenangan indahnya jangan samapi hilang,,^_^
BalasHapusjeng dewi semoga ke inginan jeng dewi tercapai ingin membangun rumah putih ituh aminn,,
BalasHapussaya do'akan ya jeng dewi,..
jadi pengen pulang, hiks.
BalasHapuskenangan itu emang indah banget , apalagi bersama orang yang terkasih .
BalasHapusgedung putih juga itu namanya jeng :D
BalasHapusingak-inguk.. masih belum ada yang baru mbak? apakah sedang berkunjung ke rumah putih itu?
BalasHapuskanget banget ya mbak??
BalasHapusjadi ikutan sedih juga hiks...
setelah baca artikel di atas saya juga ikutan sedih mbak,tapi sedikit pemahaman saya ketika saya baca artikel mbak yang begitu kangen sama timpal tinggal sendiri,,, salam kenal!!!semoga sehat selalu amin.
BalasHapusmbak dewi saya terharu baca posting nya,, hiks
BalasHapussperti saya mengalaminya sendiri.. :"(
jadi terharu deh baca posting tentang rumah putih itu , jadi inget sesuatu deh mbak ;((
BalasHapus