Selasa, 05 Juni 2012

Pindah ke S'pore

Mamaku sedang gundah gulana binti galau guliani. Tidur tak nyenyak makan tak enak. Mata sepet karena nggak bisa tidur. Kulit keriput karena eh karena sudah tua...

Aku sudah seringkali bilang; 
"Nggak usah terlalu dipikirin, Ma. Nanti malah jadi penyakit..."
"Etapi mama kepikiran terus.. Gimana, dong.."
"Kayak abegeh jatoh cinta aja..."
"Biarin..."


Papa Vales pun jadi ikutan sibuk. Bolak-balik ke wc rumah Pak RT dan kantor Pak Kades. Tapi itu urusan tak kunjung kelar. Papa Vales yang penyabar, lemah lembut, baik hati, baik budi dan tidak sombong inipun jadi murka. Hingga suatu malam, setelah menyelipkan Kapak Maut Nagageni 212 kepunyaan Wiro Sableng ke pinggang celana kolornya secarik kertas ke saku jaketnya, dia melangkah keluar rumah.

"Mau kemana, Mas?"
"Rumah Pak Kades. Nanyain urusan nenek Vales."
"Ya udah. hati-hati. Jangan sampe emosi. Tapi kalo ngomong mbo'ya suara Mas digedein dikit. Biar garang, gitu Mas. Masak rambut gondrong ngomongnya kayak suara kucing minta ikan." 

Lama ku tunggu tapi dia tak kunjung pulang. Jarum pendek jam dinding sudah berada diangka 11, sementara jarum panjang gentayangan mencari mangsa sudah berada diangka 12. Naluriku mengatakan ini sudah jam 11 malam *lebay* Tak pernah-pernahnya Papa Vales gentayangan malam-malam sampe selarut ini. Akupun mulai risau. Jangan-jangan Papa Vales berantem sama Pak Kades. Jangan-jangan Pak Kades marah trus ngajak tawuran. Trus mereka jambak-jambakan. Cakar-cakaran.

Aku berbaring tak tenang di kamar pengantin. Anganku mengembara dengan brutal. Membayangkan yang tidak-tidak telah terjadi pada Papa Valeska. Lagi seru-serunya menghayal, eh nenek Vales gedor-gedor pintu kamar. Akupun keluar.

"Apa, Ma?"
"Mending mama pindah warga negara aja"
Kaget

"Kewarganegaraan, maksutna?"
"Terserahlah apa namanya. Maksudnya biar mama nggak usah jadi warga negara Indonesia lagi. Kan mama sudah tidak diinginkan di sini."
Sedih

"Pindah kemana?"
"Kan katanya kamu mau kerja di S'pore, mama ikut kamu aja. Mama jadi warga negara S'pore aja."
"Mama rela ganti bendera? Aku sih enggak. Aku mau tetap jadi WNI"
"Kan benderanya mirip. Tinggal ditambahin gambar bulan dan bintang-bintang. Nggak berasa bangetlah bedanya..hihi.. Lagian, kamu punya KTP, mama enggak. KTP nggak ada, KK nggak punya.."
"Iya juga ya, Ma.. Kasihan mama statusnya nggak jelas... Lahir di Kabupaten Agam-Sumbar, menetap di Bintan - Kepri, tapi nggak tercatat dimanapun sebagai warga negara Indonesia. Di Sumbar tidak, di Kepri tidak. Jadinya mama orang mana ya? Waktu tahun lalu ada sensus penduduk, mama nggak dihitung, dong.."

Mama mengangguk, "Iya, mungkin. Tapi kalo ada pemilihan kepala daerah sini, mama dihitung tuh. Didaftarin. Kan lumayan dapat tambahan satu suara". 
"Iya, tapi waktu semua warga pada heboh ke kantor camat untuk bikin EKTP, mama sendiri yang nggak dapat undangan"
"Karena nama mama nggak ada di KK kamu. Nama mama nggak ada dimana-mana"
"Tapi pas pemilu kok mama selaluuuuuuuu..ada. Selaluuuuuu dapat undangan" aku nyengir.
"Iya, aneh..."

Kami tiga generasi; aku, mama dan Vales termenung di pintu kamar. Merenungi nasib masing-masing.

Ingatanku melayang ke masa 2 tahun lalu, sebelum bulan Ramadhan tahun 2010, keponakanku datang dari Padang, membawa surat pindah untuk mama. Agar bisa resmi menjadi penduduk Kepri mama harus punya surat pindah dari pemerintah daerah sana. Di sana nama mama dihapus dari data kependudukan. Terhitung Juli  atau Juni 2010 *aku lupa*, Mama bukan lagi penduduk Sumatera Barat.

Sampek di situ, segala urusan lancar. 

Surat pindah tersebut beserta Kartu Keluarga kami lalu diantar papa Vales ke Pak RT, kami minta agar nama mama dicantumin di KK kami dan agar mama bisa dibikinkan KTP Kepri. Agar mama jelas keberadaanya. Dan kami ingin semua urusan legal.

Namun, hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahunpun berlalu. Kades lama pensiun, Pak RT sudah terpilih menjadi Kades. Tapi sang KTP tak kunjung jadi. KK kamipun disimpan entah oleh siapa. Ditanya ke Kades, katanya semua berkas sudah diantar ke kantor Camat. Kami pergi ke kantor camat, jawaban mereka 'mungkin berkas belum masuk'. Bukan sekali dua kali papa Vales mondar-mandir kayak setrikaan ke camat - kades - camat - kades. Puluhan kali nelpon, tapi sering nggak diangkat.

Staf kantor camat seorang Mbak-mbak manis nanya dengan lugunya:

"Kapan diajukan, Mas? Sudah lama?"
"Blom. Baru dua...."
"Dua minggu?"
"Dua taaoooonnn..!! 
Kalap. Histeris.

Pernah juga melapor ke ketua RT baru, jawabannya sungguh membuat hati merintih: "langsung ke Pak Kades aja, Mas... Saya nggak tau urusannya"

Emang nggak ada handover kerjaan dari pejabat lama ke pejabat baru ya, Pak? Panteslah kacau begini.

Papa Vales naik pitam. Mama Vales apalagi. Seakan diberi lahan basah, hobi ngomel semakin terasah.

Kemarin, Papa Vales mau ngurus passport. Passport lama yang dibuat 15 tahun lalu raib entah kemana setelah mandi berendam dalam banjir yang menggenangi kamar di rumah ibu-nya beberapa tahun lalu. Untuk itu dibutuhkan KK. Dibutuhkan KK! Asli! Nggak photocopy! preeeet!! 

Ke Pak Kades lagi......

"Nanti ya, mBang. Saya cari dulu. Kayaknya ada lah.. Tapi entah terselip dimana. Nanti saya kabari lagi"
*Prasaan, dari dulu ngomongnya gitu mulu*

Itu kan KK! Penting! Pak Kades nggak tau ya, itu barang mahapenting?! Nggak bisa ngurus apapun tanpa itu! Jelas?!

Dengan rambut berdiri berdiri saking nahan BAB emosi, Papa Vales menjawab:
"Saya perlu betul, Pak. Dalam minggu ini passport saya harus sudah jadi. Kalo nggak, saya bakal nganggur sampe tahun depan."
"Ya..ya,..ya,.. saya cari, saya cari"

Alhamdulillah, setelah 2 tahun dipisahkan oleh jarak dan waktu, KK itu kini benar-benar berada dipelukan kami *terharu*. Namun keadaannya kusut tak selicin dulu. Passport papa Vales pun akhirnya jadi. Tapi KTP mamaku tetap belom jadiiiiiiiiiiiii...!!! Gilaaaaaakkk..!! Sebegitu sulitnya kah bikin KTP hingga butuh waktu bertahun-tahun??

Ke Pak Kades lagi:
"Jadi kapan KTP ibu mertua saya jadi, Pak?"
"Saya usahakan secepatnya. Saya janji"

hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh..... Negaraku, tempat menabur beribu janji.................. Kami ada kalau mereka butuh, tapi mereka nggak ada kalau kami butuh. Nggak adil, nggak adil. Jika begini caranya, aku akan berfikir untuk menerima tawaran pindah kerja ke S'pore, mungkin keinginan mama untuk pindah kewarganegaraan akan kupertimbangkan. Karena mamaku terlalu comel untuk disia-siakan di sini.

85 komentar:

  1. Duh..duh...kebayang itu mah keselnya mba Dew, belom tobat jg ternyata ya para 'pejabat' kita, pdhl baru RT-kades-camat ya hiks hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan kesel lagi, Rin. Kesel bin nyesel. Kayaknya nggak bakalan ikut pilkada lagi deh tahun depan :(

      Kuciwaaaaa....

      Hapus
  2. ya ampuunn.. kasian dong neneknya vales. Wi, setau bundo skrg ngurus KTP gampang krn semuanya diurus ke capil. beneran gampang asalkan punya surat pindah.

    semoga nenek gak perlu pindah singapore..^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Papa Vales udah mau ngurus sendiri, Bund. Tapi ya itu.. berkasnya nggak ketemuuuuu....hiks..hiks... Ditanya ke Kades, jawabnya 'di kantor camat' di tanya ke kantor camat jawabnya 'berkas blom masuk' Padahal mamaku itu udah sempat foto lho, Bund. Aneh. Kalo mau dana tambahan kan tinggal ngomong.

      Masak kami harus balik kampung lagi, ngurus surat pindah lagi.. Kades kami kok tegaaaaa...!! *meratap*

      Pindah enggak, jalan2 ok, ya Bund? :D

      Hapus
    2. Lagian apa si nenek pernah kursus bahasa Inggris sistim 90 jam, entar di Singapore malah blangkemen gak iso ngomong Inggris....

      Hapus
    3. hahahahaaaaa... itu dia Pakdhe. Daku pernah bilang ke mama; "kursus bahasa inggris dulu lah, Ma" sambil senyum-senyum.
      Mama bilang ; "Emangnya disana nggak ada yang bisa bhs Indonesia, ya? Parah betul orang sana. Mereka aja disuruh kursus bhs Indonesia..hahahaha.."

      Hapus
  3. hmmm, pindahnya jauh bgt. kenapa gk pindah kota ajh jadi bisa berkunjung. kalau keluar negeri kn susah berkunjung. hnmm

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari Bintan malah deket banget, Eo Kids. Hanya 45 menit naik kapal ferry :)

      Eh, emang mau berkunjung? :P

      Hapus
  4. wah,kaya nya ngajak adu keringet juga tuh Pak Kades!!
    iya juga ya Mba Dewi, kapan kita diperlakukan adil seadil-adilnya?
    Padahal Bpk Kades dkk, itu punya hutang budi lho sama kita..
    terlepas dari semua hutang budi, toh tugas mereka juga kok yang sudah semestinya melayani kita sebagai warga Negara Indonesia.
    jadi ikut-ikutan esmosi nih!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu yang bikin nyesel. aku kan ikutan nyoblos dia waktu itu. Tau begini aku nggak ikut nyoblos aja, biar kecewanya nggak double :D

      Hapus
  5. Nasibku tak seburuk nasib mamau nak.
    Aku punya 3 KTP yaitu Jakarta, Surabaya dan Jombang.
    Dengan E-KTPO saya akan punya 1 KTP saja.

    Paspor saya juga masih punya 2 karena tersimpan rapi.
    1 Paspor Dinas warna biru
    1 Paspor Haji Warna Hijau
    Nah kalau mau pergi ke Singapore bersama you punya mama tinggal mbuat baru.

    SIK punya 3, SIM A, SIM C dan SIM A ABRI, SIM ABRI sudah meninggal dunia.

    Amankan dokumen anda yaaa yaaa yaaa
    Semua dokumen pentingn foto cpy dan taruh di map khusus.
    Besok saya posting deh.

    Untuk mas Bambang, kalau kampak terlalu berbahaya bisa pinjam knoppel (pentungan karet) dan borgol milik saya..gratis gak usah sewa.

    Salam sayank selalu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ntar nggak bisa lagi punya banyak KTP ya, Pakdhe.. Diriku juga masih punya KTP Padang. Tapi udah lama meninggal dunia. Solanya sejak tahun 98 daku udah resmi pindah jadi warga Bintan :)

      Dokumennya aman, Pakdhe. Map untuk yang asli dengan yang fotocopy terpisah. Tapi dua map tersebut berada di tas yang sama dan di lemari yang sama. Nah, lucunya Pak Kades kemarin malah minjam yang kami punya. Makanya pas perlu untuk buat passport, kami kalang kabut nyari Pak RT.

      Hihihi..jadi pak kades diborgol aja Pakdhe? hihi..

      Salam sayank selalu, Pakdhe.. :)

      Hapus
  6. mengesalkan ya, Mbak..
    nggak dicoba buat intensif komunikasi dengan mereka?
    kalo saya pernah juga ada indikasi bakalan lama ngurus KK dan KTP, tapi karena kita silaturahmi-in mereka, mereka mau bantuin dengan ikhlas koq.
    apalagi sekarang, pengurus RT dan RW sangat kooperatif dengan warganya. jadi nyaman.
    semoga birokrasi menjadi sehat semua ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal Pak RT tuh sebelum jadi Kades sering nongkrong di warung tetangga bareng papa Vales. Lumayan akrab lah.. Tapi kok urusan surat-menyurat tetap ribet yaaaa...

      Mengesalkan banget. Saya baru tau kalo tetangga kiri kanan juga banyak yang punya masalah yang sama. Ada yang udah 1 thn KTP nya nggak kelar, ada yang Akte Kelahiran anaknya belum selesai, padahal udah mau punya anak lagi. Parah bangetlah...

      Hapus
  7. Hmmm ikut kecewa deh mba, kok diping pong gitu :( smoga ktp nenek vales cpt selesai ya mba. iya jalan2 ae mba u menghilangkan rasa kesal ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mudah-mudahan gitu..
      Udah mulai males ngurusinnya. Capek bolak-baliknya.. :(

      Hapus
  8. janji tinggalah janji yaa mbak dew, sing sabar yoo,,, Semuga anak e pak kades pnya blog, baca postingan ini dan di bikinin secepatnya, leg gag jadi2 pites ae mbak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi... anak Pak Kades masih SD, Niar. Kayaknya lom punya blog..hahaha...

      Yang dipites anaknya atau bapaknya? :D

      Hapus
  9. jadi ceritanya mau pindah kerja ke spore nech? wah sukses yach...btw kartu keluarga itu kalo ngga salah kan ada 3 rangkap. 1 dipegang kita, 1 di keluarahan, 1 di RT....emang yg punya pribadi ngga ada juga? kan biasanya suka ada pemutihan? di tempat aku kemarin ada pemutihan...yg belum punya KK bisa bikin lagi biayanya gratis....udah gitu skerang kan KKnya yang komputer punya...jadi arsipnya pasti ada dimana-mana...mungkin yang punya Jeng Dewi yang KK lama yach? yang masih tulisan tangan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ditawarin sama buk manejer, Say. Katanya disana lagi kurang orang. Tapi bingung juga.. Masih antara menolak sama menerima. Ntar shalat istikharah dulu lah.. :)

      Nah, itu yang aku bingung, Say.. Memang seharusnya 3 rangkap. Tapi pas ngurus kemarin kok Pak RT malah minjam yang kami punya. Yang di pegang mereka hilang apa gimana nggak tau juga. Karena mau cepat ya kami pinjamin. Eeeeehhh.. malah nyaris hilang juga.

      Udah yang pake komputer, Jeng. Sejak awal punya KK sendiri (sejak nikah 5 thn lalu), KK kami udah yang pake komputer. Tapi pas disuruh cari arsipnya sama Papa Vales, mereka bilang enggak ada. Atau malas nyari kali yah? ddduuuhh.. puyeng eykeh..

      Hapus
  10. ikut prihatin dengan kasusnya.....sama kalau begitu dengan kondisi birokterasi di sini....eh birokrasi.
    auoooo gelap...males bicarain sistem...lebih baik sama-sama mengucapkan...SELAMAT MBA ATAS TAWARAN KERJANYA-SEMOGA LANCAR AJA URUSANNYA...JUGA BERTAMBAH-TAMBAH BAHAGIA DISANA...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiiiiiiiiinnn...

      Emang ditawarin, tapi daku masih ragu-ragu.. Gimana ntar dengan Valeska, gimana dengan mama.. Bingunglah pokoknya..

      Hapus
  11. mbak masih di Indonesia ya...??
    eh pak kades tu orang indonesia ya...
    :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. masih lah haayyy..

      Kayaknya Kades kami orang Swiss...kwkwkwkwkw... :P

      Hapus
  12. begitulah mbak, aku sendiri punya pengalaman waktu buat kartu keluarga memasukkan nama Alvin satu tahun baru jadi setelah bolak balik padahal itu KKnya diperlukan sekali

    BalasHapus
  13. Jangan pindah kewarga negaraan mbak, pindah propinsi aja hehehee... Di tempatku gak sulit kok mbak bikin ktp.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pindah propinsi sih ok, tapi periuk nasinnya mesti pindah juga... pppsstt... Ada lowker yang mantab surantab nggak disana?

      Hapus
  14. kasian ya nenek nya valeska , status nya ngegantung kaya gitu .
    semoga cepet di selesaikan ya , suka sebel deh kalo udah ngomongin aparat yg kaya gt :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang. Kasihan. Soalnya kalo ada apa-apa kan bingung, kita bukan tinggal di kampung sendiri soalnya..

      Hapus
  15. Baca postingan kamu malah ngakak sendiri mbak Dewi Fatma. Kalau dulu upilawati ane nggak tahu (karena lugunya), eh sekarang ada galau bin guliani.

    Untuk urusan birokrasi, indonesia memang buruk sekali. Repot kalau mau ngurus sesuatu. Kalau mereka butuh, baru deh gerakannya cepat. Tapi kalau kita yang butuh, nanti dulu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jgn sering-sering ngakak sendiri. Ntar disangka..iiyyy...!!

      Bener, begitulah kenyataannya :(

      Menyedihkan ya?

      Hapus
  16. Yaah begitulah para pejabat..
    Males ya kalo dah ngurusin masalah KTP dan konco2nya..

    Bilang maunya pa gituh?
    Wani piro ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget. Aku paling malas ngurus segala macam surat menyurat. Untuk Urusan ginian kasih ke papa Vales aja. Orangnya lebih sabar. Klo aku..beeuugghhh..

      Hapus
  17. Maaf, bukan tidak simpati dengan nasib Mama, tapi terlanjur cekikikan baca setiap jengkal postingan ini yang meski kesel tapi bikin kepingkel-pingkel. Butuh kemampuan acting tingkat tinggi untuk tidak terpancing kegokilan cerita di postingan mbak Dewi.
    Masih membayangkan jika Papanya Vales dan Pak Kades jambak-jambakan, cakar-cakaran, bisa-bisa mbak Dewi sama Bu Kades yang tinju-tinjuan. hehehe...

    Salam buat Mama, juga buat Valeska

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe.. itu hayalan tingkat tinggi, Bi. Saking keselnya sampe menghayal yang enggak-enggak :D. Aku malah ngebayangin punya ilmu meringankan tubuh dan bisa menghilang biar aku bisa masuk kantor camat dan bikinkan KTP emakku sendiri :P

      Salam kembali dari mama & Valeska.
      Salam juga buat Sabila..

      Hapus
  18. Ribet amat ya... di Balikpapan gak susah mbak, karena semua sudah jelas waktu, dan harganya. Semua ada tanda buktinya. Jadi gak ribet. Ternyata gak semua daerah sama ya????

    BalasHapus
    Balasan
    1. Enak dong disana...

      Di sini orang malu-malu matok harga. Cobak terus-terang aja bilang: mau yang cepat? Wani piro?
      Jelas.. kita langsung ke bank, minjam duit dulu.. :D

      Hapus
  19. aihhh ... indonesia raya ...
    btw, salam buat nenek vales, tapi jangan pindah wn, ah ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Indonesia tetap kucinta...

      Salam kembali dari nenek Vales.. Ntar kurayu lagi biar tetap teguh memegang merah putih *tanpa bulan bintang*

      Hapus
  20. udah.. pindah aja semua, Wi..
    -malah manas-manasin, hihihi-

    daku mah sudah kebal akan trik atau tradisi seperti itu,
    gondok-gondok gimanaa gitu

    BalasHapus
  21. Aku pernah dan sampai sekarang sedang ngalami ribetnya urusan yang satu ini mba..... urusan KK dan KTP.... jadi tau persis bagaimana sumpek dan kesalnya rasa hati menghadapi dan menghalau emosi yang menggebu akibat di bola-bola oleh pejabat tingkat desa dan kecamatan yang kok ya ngalah-2 in pejabat tinggi yaa? Apa supaya mereka dianggap penting ya? Bukannya dengan main pingpong seperti ini menunjukkan betapa tidak berkualitas dan terarahnya mereka dalam melaksanakan tugasnya?

    Duh, kapan ya negara ini bisa maju kalo spt ini terus?

    Btw, mau pindah ke S'pore ya mba Dew? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kata si Poltak: maju tak gentar membela yang bayar :D

      Ditawarin pindah ke kantor pusat sama buk manejer yang baik hati itu, tapi masih mikir-mikir... :)

      Hapus
  22. apakah ini sematjam curhat warga NKRI yang tinggal di daerah perbatasan, hehehe

    BalasHapus
  23. bagaiamana kalau Mama sampean pindah warga negaranya sama saya aja mbak, soale KTP saya juga sudah kadaluarsa tahun kemarin. tapi jangan Singapura lah, sepakbolanya masih kurang hebat. Piye kalau Spanyol atau Argentina wae hehehe

    itulah birokrasi kita mbak Dew, tapi apapun yang terjadi kita tetap cinta negeri ini kan.. gak mungkin lah Mama akan berpaling begitu saja dari Ibu Pertiwi.. ciyeeeee

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha.. kejauhaaann.. Lagian mamaku udah lama nggak main bola..hahaha..

      Betul banget. nggak segampang itulah berpaling dari Merah Putih tercinta ini... :)

      Hapus
  24. Alhamdulillah mbak , di OKU Selatan buat KTP n KK cuma nunggu 4 hari dan tanpa biaya, tahu dak mbak apa sebabnya ?????.... karena pegawai capilnya teman ana sendiri .....he.he.he.. maaf udah lama baru menampakkan diri di blog mbak Dewi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Dewiiii.. jadi karena itukah Mamanya sedih? saya jadi ikut bersedih dan gundah gulana ini atas nasib Mamanya Mbak yang keberadaannya tidak di terima di semua sektor hiks..
      Kayaknya untuk bicara baik-baik dengan mereka diperlukan undangan makan-makan dulu kali biar mereka respek dan mau dengerin masalah warganya :D

      Hapus
    2. @ OOKU: Jadi aku harus temenan dulu ama Pak Kades kali ya? Ehhh.. Pak Kades temenku di pesbuk, lho.. Jangan-jangan ikut mbaca blog ini..hihihi...

      @ Jeng Yuni: mamaku galau, Jeng :)

      Hahaha...kan kupertimbangkan usulmu :D

      Hapus
  25. Walau pengalamanku tak seberliku diriku, tapi aku juga sering mengalami urusan ribet saat buat KTP, malah KTPE ku juga belum ditangan, lamaayyy yak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama, Mbak. Kalo EKTP aku juga lom terima..

      Hapus
  26. wah, untung aja papa Vales ngga jadi ngeluarin Kapak Naga Geni 212.
    Kalo sampe, bisa pingsan berdiri tuh pak Kades.
    aduh, saya juga bingung dengan keadaan negara ini yang semakin lama semakin....
    semoga segera menemukan jalan keluarnya ya Mba Dewi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah sempat ngeluarin kapak, tapi lupa jurusnya.. :D

      Hapus
  27. Wah...repot bgt kok bisa sampe 2 tahuun...ampun deh. KTP nenek Vales jgn sampai 2tahun lagi...mumpung skrg lagi sukses urusan KKnya segera urus KTP nya juga. repot kalo pas udah urgent butuh KTP. Good luck yaaaa....:-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, udah diurus mba, semua syarat udah dikasih.. Tapi tetap blom kelar sampe skrg

      Hapus
  28. KK nya sekarang udah ada kan? dan nama Nenek sudah ada? Hmmm KTP nya ngga jadi-jadi krn dia minta duit tuh :( Dasar!

    BalasHapus
    Balasan
    1. KK emang udah dikembalikan, Mba. Tapi nama nenek tetap blom dimasukin ke situ, KK nya masih seperti yang dulu. Hanya lebih lecek.

      Mungkin juga ya, Mba.. Tapi kenapa nggak jujur aja, ya? Kita juga mau kok ngasih asal pelayanan memuaskan. Ya nggak sih?

      Saya mau pindah ke Jepang aja ah, mba.. :D

      Hapus
  29. huahuhahuha... lama lama aku juga fusing dengan negeri ini, mo findah sajalaaah.... klo nggak boleh ya, ni nabung doeloe nginep di spore selamanya asik kali... hihihihii...

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya bolehlah, nggak ada yang berhak ngelarang, kan? :)

      Hapus
  30. Waduh ....
    kok bisa begitu ya ..,
    dua tahun ... ????
    hhhmmmm ...

    ini menjadi pelajaran kita semua ...
    kita harus rajin-rajin ... menanyakan kepada pihak yang berwenang

    salam saya Dewi

    BalasHapus
    Balasan
    1. disini bisa tuh, Om... :)
      hooh 2 tahun..
      hhmm...

      padahal udah rajin nanyain lho, Om..
      Sampe bosan.. :(

      Salam kembali, Om.. :)

      Hapus
  31. heeee membaca dari awal, ada bayangan pak Kades dan papahnya vales cambak-cambakan, jadi ketawa heeeeee trus jawaban pak Kades yang santai pasti menahan sejuta emosi kwkwkwkwk...semoga cepat selesai KTPnya yach, kok sering saya mendapat berita kalau KTP susah yach...di tempat saya, kalau semua syaratnya lengkap, malah gampang, ada yang bilang pakai biaya, tapi saya ngak kok, apa kebetulan pak camatnya teman sekolah yach?

    BalasHapus
    Balasan
    1. nanti kalo ada pilkada lagi, saya akan pilih temen saya juga untuk jadi camat, Bli.. :( Biar segala urusan gampang :D

      Hapus
  32. Ouw Em jiiiii
    makin parah aja tuh pelayanannya
    *komen sambil ngasah golok*
    Eh, tapi beneran Mak Cebong kuning mau pindah ke S'pore..
    Ikutan dong Mak
    biar gak rempong sama urusan KTP
    hahahahahha

    Apa kabar Mak Cebong Kuning?
    Semoga seluruh keluarga sehat selalu
    Salam muach..muach.. buat valeska ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. ahaha.. belom pasti, Jeng.. Masih ragu.
      Pindah nggak yaaa..?? :D

      Kabar baik, Jeng. Semua apik, Alhamdulillah..
      Semoga Jeng Prit dan MasBro sekeluarga juga sehat sejahtera selalu, yaaa...

      Salam muach..muach..kembali dari Valeska.. :)

      Hapus
  33. mungkin itu juga yang jadi alasan kenapa banyak WNI maunya kerja di luar negri, selain karena gajinya gede :D

    BalasHapus
  34. bagaimana caranya berbagi rasa cinta tanah air ya ? apakah bila orang tua kita ada yang pernah berjuang saat perang kemerdekaan maka baru rasa cinta tanah air itu muncul dan tercermin dalam sikap pengabdian sehari hari saat menjadi pegawai pemerintahan ... atau seperti biasa semua itu hanyalah teori :) ,sepertinya sudah saya jawab sendiri.mbak dewi setuju ?

    Johan Knowledge

    BalasHapus
  35. salam damai ..
    para pejabat atau orng yng lebih tinggi drajatnya sllu berkata manis denga ucapannya ttp buktinya nihil..
    kita tidak membutuhkan janji melainkan bukti yang real.

    BalasHapus
  36. menarik ceritanya ya...salam persahabatan yaa...:)

    BalasHapus
  37. wah repot yah, kok ga bisa terdaftar di KK juga . sabar yaa

    BalasHapus
  38. Jangan-jangan Pak Kades marah trus ngajak tawuran. Trus mereka jambak-jambakan. Cakar-cakaran.

    heheh itu yang berantem abang2 apa none2??? ko maen jambak2an... hihihi

    klo ada wktu senggang mampir ke blogQ yah + Follbacknya jg klo berkenan...
    blognya uda sya Follow, Follower 187...
    mo jlin siltrhmi n keakraban sesma blogger... :)

    slam kenal

    catatan si chumhienk

    BalasHapus
  39. Berbagi kata-kata motivasi gan
    Senyumlah, tinggalkan sedihmu. Bahagialah, lupakan takutmu. Sakit yg kamu rasa, tak setara dengan bahagia yg akan kamu dapat.
    Air mata tak selalu menunjukkan kesedihan, terkadang karena kita tertawa bahagia bersama sahabat terbaik kita.
    semoga bermanfaat dan dapat di terima ya, salam kenal sukses selalu dan ku tunggu kunjungan baliknya ya :D

    BalasHapus
  40. itu Bapak Kades Bener-bener lupa atau emang punya penyakit Amnesia ya?! sampe2, KTP yang mestinya udah jadi 2 Tahun yang lalu..masih tidak jelas gimana nasibnya.
    Cobalah Pak Kades, kita sebagai Warga Negara indonesia juga punya hak.

    BalasHapus
  41. wadduh..Bapak Kades ini!
    kenapa bisa gitu ya?
    Apakah semua warga indonesia mendapat perlakuan yang seperti itu? bisa-bisa..kita ketinggalan pesawat nih.Negarta Lain udah nyampe di mana...Masyarakat kita masih nunggu di halte Bus.akh..

    BalasHapus
  42. jadi inget waktu ngurus surat pindah, pas kebeneran KK mertua mendadak raib tak berjejak, ribetnya gak seberapa........riewehnya ruarrrrr binasaaaa

    BalasHapus
  43. kinerja para RT, RW, Kades dan Camat emg perlu diperbaiki,,,sering kali nama di undangan pemilu sama KTP beda,,,,huh udah dibayar negara kadang masih aja uang lainnya,,,ngenes deh jadinya,,,

    BalasHapus
  44. Belum pernah saya ke Singapura, mungkin nunggu sampai kota Pontianak ada jalur Air Asia ke Singapura. Kalau dari Jakarta wah muter muter donk. Izin Follow ya

    BalasHapus
  45. Waaaa, lama ndak main sini mo pindah to, Jeng?
    Inilah negara kita tercinta dengan segala kekurangannya ya. Gimana mau maju klo ngurus KTP aja mesti berjuang hiks...

    (KTP sdh wafat sejak 6 th lalu :( )

    BalasHapus
  46. lamanyaaa,,,,,bikin gatel tangan aja,,,sabar mbak,,sbar,,,

    BalasHapus

Yang cakep pasti komen, yang komen pasti cakep..

Tapi maaf ya, komentar nggak nyambung akan dihapus :)
Terima kasih...