Kamis, 10 Maret 2016

Perang Hati

“Ibu tidak perlu jemput Valeska, biar ikut pulang sama saya saja. Ibu jaga bapak saja di RS. Yang sabar ya, Bu...”  Seketika, sejumput sedih dan sekeping lega diaduk dalam mangkok yang sama; di hatiku..
...sebelumnya... 

Sejak akhir tahun 2014, sebanyak 3-4 hari dalam sebulan Papa Vales dapat dipastikan mengalami diare dan muntah2 serta perut yang terasa begah alias penuh banget kayak orang kekenyangan. Padahal makannya sedikit. Setiap kali cek ke dokter langganan selalu dibilang sakit maag. 

Akhirnya, kami pergi ke dokter lain, dan beliau mencium ketidakberesan.

“Saya kasih bapak obat untuk 5 hari, kalau nggak ada perubahan saya kasih rujukan ke RS untuk pemeriksaan lebih lanjut,” titahnya.

Mendengar itu, segera saja kuminta Papa Vales cek ke RS yang peralatannya lebih lengkap.

Singkat cerita, setelah rontgen, USG perut de el el, dokter mengatakan ada batu iseng menginap di ginjal. Dikasihlah obat batu ginjal.

Seminggu berlalu, diare dan muntah berhenti. Benar-benar berhenti alias mampet total. Beliau nggak bisa BAB sama sekali. Bahkan sekedar buang anginpun nggak bisa. Perutnya bengkak kayak orang hamil 4 bulan. Jangankan makan, minumpun muntah.

Kami kembali ke dokter Spesialis Penyakit Dalam yang memberikan obat ginjal. Melihat perut Papa Vales yang besar, beliau bilang harus opname karena apapun yang membuat perut si papa bengkak harus disedot keluar. Dalam merawat si papa, dokter tersebut bekerja sama dengan spesialis bedah. 

Itu tanggal 1 September 2015

Setelah menjalani tes ini-itu (lagi), dan dokter merasa kurang cukup, papa vales diminta untuk menjalani pemeriksaan kolonoscopy.

Kolonoscopy sebenarnya tidak memakan waktu lama. Paling ½ atau 1 jam saja. Tapi karena saluran pembuangan Papa Vales yang akan dimasuki kamera itu belum bersih, maka harus dibersihkan dulu hingga membuat aku duduk terpuruk seharian di depan pintu coklat itu... Meninggalkan Valeska yang menungguku di sekolah hingga magrib datang sungguh sebuah siksaan tersendiri apalagi akhirnya dia terpaksa menginap di rumah Bu Gurunya. 

Aku dilema, menemani suami yang sedang diobok-obok dokter atau menjemput anak dari sekolah.. 

Dan aku memilih meninggalkan anakku dengan gurunya. Meskipun lega bisa menemani papa Vales yang terkapar di RS, tapi sedih juga karena meninggalkan Valeska.. Dan terasa lebih pedih karena hidup jauh dari sanak keluarga. Tidak ada yang bisa dimintai tolong menjaga Valeska sementara aku di RS. Atau tidak ada yang menemani papa Valeska di RS ketika aku bekerja atau menemani Valeska..

Di sini hanya ada kami bertiga. Dan karena itu, sejak hari itu, aku lebih sering berperang sendiri dalam hati, antara menemani Valeska atau papanya. Valeska tidak mungkin kuajak menginap di RS, papanya juga tak mungkin kurawat sendiri di rumah. Aku selalu harus memilih. Dan itu menyakitiku banget. Aku juga harus bekerja... Pagi ke RS, jam 10 ke kantor, jam 1 ke RS lagi, jam 5 jemput Valeska dari sekolah dan pulang. Besoknya begitu lagi, berhari-hari... Salah satu harus kuabaikan demi yang lain..



7 komentar:

  1. untungnya dirimu mampu memilih ya Wii.. biar semuanya kepegang
    kamu kuat..

    BalasHapus
  2. semoga tetap kuat
    semoga mbak dewi tetap sehat, gak ikut ambruk dan sakit
    karena sekarang waktunya harus ekstra kuat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar, Jeng..
      Pernah sekali ambruk juga. Mungkin karena nggak kuat menahan beban lahir batin. Syukurlah akhirnya baikan dan menjadi wonder women lagi..
      Insya Allah.. dikuatkan oleh Yang Memberi cobaan.. Amiinn

      Hapus
  3. keren nih kak dewi, semoga tetep strong dan makin strong

    BalasHapus

Yang cakep pasti komen, yang komen pasti cakep..

Tapi maaf ya, komentar nggak nyambung akan dihapus :)
Terima kasih...