Tampilkan postingan dengan label budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label budaya. Tampilkan semua postingan

Selasa, 29 November 2011

Gurindam Muharram Plus33 - Gurindam Pengingat

Ada kontes lagi, nih. Kontes yang sungguh berbeda. Lain dari yang lain. Membuat Gurindam bertemakan Muharam. Seperti yang telah kita ketahui bersama, belajar membuat gurindam itu hanya pas duduk di bangku SMP, karena nggak mungkin pas duduk di bangku taman bakal diajarin gurindam, apalagi pas duduk di bangku pesakitan.

Jadi, sebagai banci kontes sejati hasil didikan duo sahabat Kecebong-ku Mama Ina dan Jeng Susan Noerina, mendengar ada kontes, kupingku langsung berdiri. Apalagi kontes gurindam ini susah-susah gampang. Mesti menggali lagi kenangan lama akan pelajaran jaman SMP. Tapi sebagaimana semboyan banci kontes yang diusung sepenuh hati oleh Nchie Hanie: "menang nggak menang yang penting eksis", maka dengan style yakin, aku ikutan. Nggak ngarep menang sih, tapi (tetep) ngarep hadiah..heuheuheuuuu....

Minggu, 02 Oktober 2011

Batikkan harimu! – Sejarah Batik Kita

Kata “batik” berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu “amBa” yang berarti “menulis” dan “tiTik” yang bermakna “titik”.

Batik adalah salah satu cara (teknik) dalam pembuatan bahan pakaian, dalam hal ini yaitu teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Malam (wax - English) adalah semacam lilin yang diperoleh dari ekskresi tumbuh-tumbuhan, berupa damar atau resin. Pada tumbuhan, malam berasal dari hasil metabolisme sekunder yang dikeluarkan oleh pembuluh resin. Pada hewani, malam berasal dari sarang tawon dan lebah (ah, jadi terkenang Ibu Erni-guru biologi ku di SMA dulu..hiks..).  Dan fungsi malam dalam proses membatik adalah untuk menutupi bagian kain yang tidak ingin ikut terwarnai dalam pencelupan.

Senin, 27 Juni 2011

Orang Minang yang amnesia

Seorang teman menelponku, memakai bahasa Indonesia logat Jakarte. Ketika ku ajak ngobrol dengan bahasa Minang, dia bilang dia udah nggak bisa. Aku tanya kenapa? Karena udah lama di rantau, katanya. Lah, emang udah berapa lama engkau di rantau hingga lupa bahasa emakmu? Hampir 10 tahun, katanya. Whatttt??? *kaget lebay*

Ibunya Ibu mertuaku orang Jawa asli, namun sudah merantau ke Bintan berpuluh tahun yang lalu. Dan hebatnya, beliau masih fasih berbahasa Jawa. Medok banget malah, sampai aku nggak bisa bedain mana bahasa Indonesia dan mana bahasa Jawa. Karena begitu keluar dari mulut si Mbah, semua bahasa seperti bahasa Jawa di telingaku.

Rabu, 24 September 2008

Batik Cina

Masuknya batik buatan Cina yang membanjiri Jakarta bukanlah berita baru.
Tetapi kenyataan masuknya batik Cina ke sentra penjualan batik lokal baru
saya ketahui saat itu. Air mata saya menetes hari itu. Jika batik Cina
sudah sampai ke Pasar Johor, lalu bagaimana dengan pasar-pasar lain.
Bagaimana dengan nasib pengrajin kecil?

"Produk tekstil Cina ini berusaha meniru budaya tradisional asli
Indonesia," kata Ketua Paguyuban Pencinta Batik Indonesia Bokor Kencono,
Diah Wijaya Dewi. Dampak membanjirnya batik asal China ini sudah dirasakan
pengusaha batik yang biasa memasukkan produknya ke pasar tradisional.
"Salah satu pengusaha batik cap asal Pekalongan sudah ditolak produknya
untuk masuk ke Pasar Johar karena para pedagang sudah memasok batik asal
China ini," ujar wanita yang kerap dipanggil Dewi Tunjung ini.

Suhartini, penjual batik di Pasar Johar mengakui, mendatangkan batik Cina
sejak Febuari dan langsung menyetop penjualan batik asal Pekalongan dan
Solo. "Soalnya bahannya lebih bagus, lebih murah, lebih laku dan ketika
dicuci tidak luntur" katanya.

Potret di atas adalah salah satu gambaran permasalahan perlindungan budaya
di tanah air. Cerita ini menambah daftar budaya indonesia yang diklaim oleh
negara lain, seperti Batik Adidas, Sambal Balido, Tempe, Lakon Ilagaligo,
Ukiran Jepara, Kopi Toraja, Kopi Aceh, Reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayang
Sayange, Kerajinan Perak Bali dan lain sebagainya. Saya sadar bahwa diam
tidak akan memberikan penyelesaian. Kita harus bangkit dan melakukan
sesuatu.

Kemarin saya mendengar tentang upaya perjuangan yang dilakukan IACI < http://www.budaya-indonesia.org/>. Saya tertarik dengan ide gerakan tersebut.
Beberapa kali saya melakukan korespondensi via email ke IACI. Saya
merekomendasikan kepada teman-teman untuk mendukung perjuangan tersebut.
Secara garis besar, ada tiga bentuk partisipasi yang dapat kita lakukan.

Pertama, mendukung upaya perlindungan budaya Indonesia secara hukum. Kepada
rekan-rekan setanah air yang memiliki kepedulian (baik bantuian ide, tenaga
maupun donasi) di bagian ini, harap menggubungi IACI di email:
office@budaya-indonesia.org

Kedua, mendukung proses pendataan kekayaan budaya Indonesia. Perlindungan
hukum tanpa data yang baik tidak akan bekerja secara optimal. Jadi, jika
temen-temen memiliki koleksi gambar, lagu atau video tentang budaya
Indonesia, mohon upload ke situs PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA INDONESIA,
dengan alamat <http://www.budaya-indonesia.org/>. Jika Anda memiliki kesulitan
untuk mengupload data, silahkan menggubungi IACI di email:
office@budaya-indonesia.org




Ketiga, melakukan kampanye secara online. Saya memohon bantuan rekan-rekan
untuk mendukung perjuangan ini di dunia maya. Misalnya dengan menyebarkan
pesan ini ke email ke teman, mailing-list, situs, atau blog, yang Anda
miliki. Mari kita selamatkan budaya Indonesia mulai dari komputer kita
sendiri.

Ayu Nata Pradnyawati